Langsung ke konten utama
kadang hidup itu aneh ya. kenapa kita mikir atau merenung di saat yang gak tepat atau secara spontan, trus waktu kita disuruh ngerenungin malah kita sibuk marah-marah. lucu sekali.
kadang hidup itu ngebosenin, tapi begitu mau bunuh diri kita mikir lagi, cara bunuh diri yang pas gimana ya.. aku sampe sekarang mau bunuh diri tapi gak jadi-jadi, karena hanya satu alasan, cara bunuh diri paling unyu itu gimana? waktu itu pernah mau bunuh diri pake sedotan ternyata gak ngaruh, trus coba pake es batu, agak dingin sih, tapi malah makin seger.
aduh gak enak banget pagi-pagi udah ngomongin mati. intinya aku mau curhat sih *krik
beberapa hari yang lalu ibuku melanglang buana entah kemana dan untuk berapa hari, ngapain juga mikir. udah biasa sih. apaaa apaaaa, dateng langsung marah-marah blablabla, kadang kalo kayak gini malah berfikir buat masuk pagi aja biar gak kena semprot.
hari ini uas apa sih? oh BI ya? inget deh beberapa hari lalu dipanggil ke bk cuma perkara belum nyerahin tugas BI yang seabrek itu, padahal udah selese, satu ._. yang laen belom. sapa suruh ngajar kayak gitu, ya kalo misalnya disuruh belajar sendiri ya gak papa, oke, belajar, tapi yo gausah nyocot ngono -_-
kadang lagi, untuk yang kesekian kalinya, aku mikir kenapa aku jadi gini, kenapa aku gak goblok terus-terusan. kenapa aku gak goblok tapi rajin aja.
sek ah, laper. makan apa ya.. makan kamu aja deh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...