Langsung ke konten utama

hermawan itu sesuatu

sek ta, ojok gibah dhisik. bukan. bukan hidungnya sesuatu, hermawan nya sesuatu buat aku.
kata aisyah aku semenjak sama hermawan jadi bahagia kayak gak punya beban hidup. aku suka. rasanya semuanya itu jadi enteng.
aku sayang hermawan, soalnya hermawan itu dewasa, gak unyu tapi bisa ngemong hihi.
hermawan itu perhatian, kata pak anggit hermawan itu tipe cowok yang 'yayoyayo'
duluuuu waktu hermawan masih sama kinon aku gak suka sama hermawan aku sebel soalnya hermawan nyebelin, hermawan gak macho, gak gentle gak blablabla tapi aku suka hermawan yang sekarang soalnya hermawan itu kadang bisa manja bisa dewasa juga.
hermawan baunya unyu, kayak bajuku yang baru dicuci. deterjen nya sama kali ya. aku pengen kucing hermawan punya kucing tapi aku pengen ikan juga.
dia itu kayak masku ya, suka aneh-aneh, masih labil tapi aku biasa aja gak malah males.
aku sebel sama knalpot nya hermawan yang treng teng teng teng itu. tapiiiiiii aku suka ketawa kalo liat dia nyetir kepalanya goyang-goyang, kayak masku kalo lagi balapan :3
hermawan itu belum kenal agis tapi aku gak mau dia kecanthol agis tapi kalo udah kenal juga gimana lagi :O
masa' semuanya ngomongin agis dia diem? hermawan itu orangnya aslinya diem cuma asik. anteng.
tapi dia baik kok, perhatian lagi. aku sayang hermawan :3

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...