Pagi ini aku terbangun dengan berita paling membingungkan sedunia.
Malam tadi, kamu hanya pamit untuk tidur lebih awal. Bukan tidur untuk selama-lamanya.
Keisengan macam apa ini?
Tanpa keluhan, tanpa himbauan, kamu menghembuskan nafas terakhir?
Aku bangun pagi dengan kebingungan, aku masih tidak tahu bagaimana aku harus merespon kabar yang aku terima. Aku bahkan tidak punya baju warna hitam.
Aku tidak menangis karena aku tidak sedih. Aku hanya kebingungan. Aku sangat kebingungan.
Aku berangkat sendiri menuju kediamanmu. Bertemu dengan sahabat-sahabat kita dan tatapan prihatin mereka, namun aku tetap tidak menangis. Aku masih belum bisa memahami kabar yang kuterima beberapa jam yang lalu. Bahwa manusia yang hampir tiap hari mewarnai hari-hariku telah tiada nafasnya.
Aku bertemu keluargamu yang belum sempat berkenalan denganku. Mereka mengenaliku namun terlihat ragu-ragu. Aku tidak tahu arti keraguan itu, mungkin mereka masih sama bingungnya denganku. Beranjak aku menuju peti tempatmu berbaring, memandang wajahmu untuk terakhir kalinya.
Dadaku terasa sesak, nafasku tercekat seketika. Wajah yang selama ini menjadi bahagiaku benar-benar tiada. Aku berbalik dan memandang kedua orang tuamu, saudara-saudaramu, memandangku dengan tatapan penuh nasihat untuk melepasmu pergi. Bagaimana bisa aku tidak melepasmu ketika tempatmu kini lebih indah?
Aku berusaha untuk tetap tenang. Bagaimanapun, masih ada yang lebih berduka daripada aku.
Kami semua beranjak mengantarmu ke tempat peristirahat terakhir dengan hati yang masih tercabik-cabik, sama-sama belum siap melihatmu pergi secepat ini. Upacara berjalan lancar. Seusainya, semua orang beranjak pergi. Kini, tinggal aku dan kamu. Berdua saja.
Perlahan, bahuku terguncang dan tangisku mulai berderai. Aku terisak pelan, semakin lama semakin kencang. Rasa rindu menyeruak dalam hatiku, begitu liar hingga terasa sangat menyakitkan. Pudar sudah rencana yang kita rancang bersama, kini tinggal aku sendiri bergelut dengan duka. Sebentar ya. Beri aku waktu, sebentar saja. Nanti juga aku akan baik-baik saja. Tidak usah khawatir. Selamat menempuh hidup baru!
Malam tadi, kamu hanya pamit untuk tidur lebih awal. Bukan tidur untuk selama-lamanya.
Keisengan macam apa ini?
Tanpa keluhan, tanpa himbauan, kamu menghembuskan nafas terakhir?
Aku bangun pagi dengan kebingungan, aku masih tidak tahu bagaimana aku harus merespon kabar yang aku terima. Aku bahkan tidak punya baju warna hitam.
Aku tidak menangis karena aku tidak sedih. Aku hanya kebingungan. Aku sangat kebingungan.
Aku berangkat sendiri menuju kediamanmu. Bertemu dengan sahabat-sahabat kita dan tatapan prihatin mereka, namun aku tetap tidak menangis. Aku masih belum bisa memahami kabar yang kuterima beberapa jam yang lalu. Bahwa manusia yang hampir tiap hari mewarnai hari-hariku telah tiada nafasnya.
Aku bertemu keluargamu yang belum sempat berkenalan denganku. Mereka mengenaliku namun terlihat ragu-ragu. Aku tidak tahu arti keraguan itu, mungkin mereka masih sama bingungnya denganku. Beranjak aku menuju peti tempatmu berbaring, memandang wajahmu untuk terakhir kalinya.
Dadaku terasa sesak, nafasku tercekat seketika. Wajah yang selama ini menjadi bahagiaku benar-benar tiada. Aku berbalik dan memandang kedua orang tuamu, saudara-saudaramu, memandangku dengan tatapan penuh nasihat untuk melepasmu pergi. Bagaimana bisa aku tidak melepasmu ketika tempatmu kini lebih indah?
Aku berusaha untuk tetap tenang. Bagaimanapun, masih ada yang lebih berduka daripada aku.
Kami semua beranjak mengantarmu ke tempat peristirahat terakhir dengan hati yang masih tercabik-cabik, sama-sama belum siap melihatmu pergi secepat ini. Upacara berjalan lancar. Seusainya, semua orang beranjak pergi. Kini, tinggal aku dan kamu. Berdua saja.
Perlahan, bahuku terguncang dan tangisku mulai berderai. Aku terisak pelan, semakin lama semakin kencang. Rasa rindu menyeruak dalam hatiku, begitu liar hingga terasa sangat menyakitkan. Pudar sudah rencana yang kita rancang bersama, kini tinggal aku sendiri bergelut dengan duka. Sebentar ya. Beri aku waktu, sebentar saja. Nanti juga aku akan baik-baik saja. Tidak usah khawatir. Selamat menempuh hidup baru!
Komentar
Posting Komentar