Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan
lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu
sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan
memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua
matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi
akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan
tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku
buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan
satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di
remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan
tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir
kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka.
Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah
itu kegiatanmu hanya seputar bergelung di tempat tidur untuk beberapa jam ke
depan. Aku merindukan pesan singkat yang kamu kirim hampir tiap hari demi
mengingatkanku untuk menggigit setangkup roti yang kamu siapkan sembari
menungguku mandi. Kamu tahu bahwa Aku mungkin tidak mendengarkanmu, tapi Aku
selalu mengindahkan hal-hal yang tertera di ponselku. Mungkin karena ini kamu
tak pernah lagi memperjuangkanku, Aku tak pernah mendengarkanmu. Aku merindukan
hangatnya kita di atas seprei putih, yang susah payah kuganti, setelah
memaksamu untuk bangun. Bukan hanya sekedar pelukan, kecupan dan desahan, namun
juga saksi bagaimana kamu mendorongku untuk mengandai-andaikan masa depan
dengan pertanyaan-pertanyaanmu. Aku tak pernah menjawab, Aku hanya diam, Aku
disiksa perasaan bersalah terhadap diri sendiri dan seorang kamu.
Aku tak pernah memiliki seseorang dengan keyakinan
sebesar itu kepada seorang Aku, kamu
tahu kan? Inilah yang terjadi dengan percaya kepadaku. Kamu perlahan akan
kudorong menjauh dan Aku akan berusaha menjauh darimu. Ini sudah melewati batas
yang Aku terapkan pada hatiku. Aku tidak seharusnya membiarkan seseorang
menjadi yakin dan mencintaiku. Membuatnya berpikir alasanku merupakan alasan
palsu. Membiarkan seseorang berpikir bahwa ada seseorang lain yang akan dengan
senang hati bangun dari tempat tidur, bahkan membantuku memasang sprei yang
baru.
Komentar
Posting Komentar