Langsung ke konten utama

where is that girl?

sebagai soundtrack, silakan kalian puter dulu ya lagu judulnya Used To Be Mine, yang versi Jessie Mueller. sek jangan nanges dulu.

Eh nggak tahu sih bagi kalian gimana, but for me. It's very relatable.

One fucking year. I lost my life for one fucking year.

I still remember that life,
ketika aku benar-benar nggak punya waktu bahkan untuk diriku sendiri.
Mirisnya, kok baru sadar setelah kelewat satu tahun, lebih parah.

Aku lo rek rencananya tahun ini ingin ikut pageant-pageant gitu.
You know why? I'm ready.
Sudah terlalu banyak orang yang mengalami problema yang aku alami dahulu, and this is my chance to stand up and raise them as well.

Aku selalu ingin membantu memudahkan kehidupan orang lain rek.
Aku nggak tahu apakah kalian merasa atau tidak ingin merasa atau hanya ekspektasiku bahwa kalian harusnya menyadari ini. But I really hope, dari sekian masalah dalam kehidupan kalian, aku bukan salah satunya.

Aku harap kalian tahu bahwa aku nggak pernah marah. Bukan karena aku nggak bisa marah, I choose to swallow my anger. Karena, aku takut kalian merasa aku lagi marah dan kepikiran dan berakhir dengan merasa sungkan sama aku. Merasa kalian harus menjaga perasaanku. Aku percaya bahwa kalian pasti merasa harus menjaga perasaanku tanpa aku perlu marah.

Aku harap kalian tahu bahwa aku mengorbankan banyak sekali hal untuk membahagiakan kalian yang, secretly, aku sayang. Aku bukan orang yang secara gamblang mengungkapkan perasaan, tapi... I love you guys so much.

Aku akan sangat bahagia kalo kalian bisa bahagia.

But lately, aku menyadari bahwa seiring dengan berjalannya waktu, I lost myself.

Aku masih inget banget dulu waktu SMP aku sering ngetweet pendapatku tentang segala hal yang hype, aku sering nulis cerpen, puisi, sajak. I lost that side of me that I love. I forgot how much I love to sing. I forgot how everything seems so happily unexpected.

Aku pengen kembali jadi michiko yang seperti itu rek.
Apa memang aku tuh ditakdirkan begini ya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...