Langsung ke konten utama

twitter

so you guys know I've been suspended, now count it twice.

my new account @iwasmich was suspended, too.

I honestly so tired that I have to start a new life on twitter. over, again.
this post is an explanation why this kind of case really is an emotional experience for me.

I just don't think you guys understand how much twitter means to me.
so I announced on instagram and somebody told me that maybe I got reported, haters or too many tweeting.

The thing is, I am not an old mich who tweet something in a controversial way, I just want to say what I currently think and if that is a problem for you, well, you shouldn't be following all of my social media because that is the goal for every social media I have. Dan kalau soal too many tweeting ya banyak selebtwit yang lebih banyak ngetweet dibanding aku dalam sehari so yeah, itu bukan alasan.

Twitter itu salah satu tempat dimana aku menyimpan hal-hal yang personal buat aku. Kalau kalian bisa lihat dari likes aku di @michikomiera dulu, aku benar-benar menyimpan banyak hal yang menurutku akan menyenangkan untuk aku lihat ketika mungkin nanti suatu saat aku sedang down atau dewi fortuna sedang tidak berpihak padaku.

Dari dua alasan di atas, berarti aku sudah menegaskan bahwa I tweet for myself not to please your ego. ok. jadi apabila tweetku sekiranya cocok dengan suasana hati kalian, ya itu bukan karena aku ingin menuai retweet dan likes sebanyak-banyaknya tapi karena aku attention seeker yang ingin semua orang tahu tentang kehidupanku saja.

Twitter, juga merupakan salah satu media dimana orang mulai mengenal siapa yang namanya 'michiko miera'. Kata salah satu temanku, branding itu harus dua nama (I mean, dua suku kata. eh bukan suku kata. pokoknya kayak nama depan dan belakang, you know what I mean). Aku nggak tahu apa yang membuatku dulu mulai memakai nama michiko miera but as long as I remember I never change my username di twitter, semua kelakuanku dari yang alay hingga yang paling mengangkat namaku (seperti contohnya blog ini ehm), ya dengan nama ini melalui media twitter. I really enjoy the transformation of michiko miera. Dari seorang remaja SMP yang serampangan banget kalo ngomong dan sok dewasa nasehatin orang (e tapi nasehatku bener juga sih) hingga menjadi seorang michiko miera mahasiswi semester tiga yang seolah tidak pernah pulang ke rumah ini.

Aku menganggap dulu aku akan cerita ke anak-anakku (tentunya setelah mereka cukup umur...) bahwa emaknya ini dulu pernah berjiwa muda, setidaknya sebelum ditempa realita yang pahit. Aku ingin mereka juga nggak menyia-nyiakan apa yang mereka punya (hati, pikiran, bakat, you name it. apapun yang membuat mereka tidak bunuh diri). Aku ingin mereka membaca twitterku dan baca blog ini lalu mereka sadar bahwa emaknya yang cerewet dan nyebelin ini ternyata keren juga waktu muda.
e e e ee self-claiming.

I don't want to stop hanging out with people that said I am being over-reacting about @michikomiera, karena ya aku paham tidak semua orang memahami nilai dari akun twitter tersebut untukku. That's why I make this post. Tujuan aku bikin blog post sudah bukan lagi ingin mengumumkan seolah "no, aku tidak suka orang yang seperti ini itu lala dan po." aku hanya lebih menegaskan sebenarnya apa yang terjadi dan membuat kalian mengerti apa yang aku pikirkan, dengan harapan bahwa kalian pada akhirnya bisa menerima seorang michiko miera yang apa adanya.

padahal aku nggak tahu michiko miera yang apa adanya itu seperti apa.
yaudah?????? yang penting kalian tahu dulu aja kenapa twitter really means something to me :( so sad.

btw aku udah bikin twitter baru tapi tidak ingin mendeklarasikan, kalau kalian sekiranya masih ingin membaca celotehku ya silakan dicari aja semampu kalian ok.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...