Langsung ke konten utama

find me

banyak hal yang seiring berjalannya waktu jadi berubah. dari kebiasaan sampai preferensi. aku dulu kalo makan selalu dikit tapi nambah. sekarang kalo makan... well, ya pokoknya makan demi badan yang sehat dan kuat. dulu aku kalo sekolah nggak mau pipis selama di sekolah (karena berbagai macam alasan), sekarang nahan pipis lima menit udah nggak kuat. dulu aku bahkan cuci muka nggak pake sabun, sekarang rasanya kalo gak pake pelembab ada yang kurang aja. dulu aku suka cowok yang nerdy sekarang suka yang... I honestly don't know what kind of guy I would love to date.

dulu mungkin suka sama orang bisa berawal dari masa orientasi, atau kakak kelas yang kita kenal di facebook, atau temen satu kelas. apparently hal-hal seperti itu nggak akan terulang lagi di masa kuliah begini. aku nggak merasa teman-teman seperkuliahanku adalah orang-orang yang patut dikencani. ya... karena aku dari awal sudah menjalin pertemanan sama mereka, kayak sodara aja aku anggepnya. so weird if I have to date one of them.

sekarang,
nobody is really into me that much and I don't care either. dulu aku suka sama orang ya karena mungkin dia baik, ganteng,  stylish. but now, it's more than that.

aku suka orang karena pendiriannya, bagaimana cara dia memandang dunia ini. bagaimana dia berdamai dengan dirinya sendiri. bagaimana kesedihan membuat dia tegar dan bagaimana amarah menjadi teman yang baik buat dia. bagaimana dia peduli akan pendapat orang lain. bagaimana dia berdedikasi pada dirinya sendiri. bagaimana dia berdedikasi pada orang-orang di sekitarnya.

dan bagaimana cara dia menemukan aku. 

bukan seorang michiko mahasiswi semester dua yang mati-matian kerja part time sembari mengerjakan uas take home. bukan michiko yang selalu ngetweet tiap apa-apa yang terjadi padanya. bukan michiko yang rame di luar tapi pendiam di rumah. bukan michiko yang.. 

ya kalian deskripsikan sendiri aja lah. kalian pasti punya anggapan sendiri tentang aku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...