Langsung ke konten utama

how would I do after high school

meski ya dari awal kayakya aku nggak excited sama high school life dan tetek bengeknya, tapi high school is a phase, yang harus dilewati. bodohnya, setelah 3 tahun berada dalam posisi yang gini-gini aja, aku masih nggak tahu mau ngapain setelah lulus SMA.

cita-cita mainstream, kuliah komunikasi di UNAIR atau UB. kalo nggak ketrima mau kuliah psikologi di UB aja. enggak, ini nggak ada hubungannya sama mas dio. aku pengen aja ilmu komunikasi soalnya ilmunya terlihat menarik. dan komunikasi adalah kunci dari setiap interaksi jadi pasti berguna mau aku kerja jadi apapun. kalo psikologi itu ya kurang lebih sama, cuma aku dari kecil udah tertarik banget sama segala hal yang mempelajari tetek bengek badan manusia. aku pernah bilang kan aku pengen jadi dokter tapi gengsi bilangnya, ternyata aku anak IPS hahahaha. yaudah sih nggak papa, masih bisa kok pilih IPC, tapi masalahnya aku sampai bulan november bahkan masih nggak ikut bimbel apa-apa. because why the fuck bimbel is so fucking expensive these days.....
kalau aku nanti bisa sekolah kedokteran, itu miracle banget sih. karena mungkin ini kecil banget kemungkinannya, aku memilih yang ilmunya mepet-mepet, ya psikologi itu tadi. lucu aja kali bisa tahu anggapan seseorang akan sesuatu.

cita-cita tidak mainstream, menikah. because who the fuck cares about marriage in their early 20s age. me. kalau kata orang menikah itu akan membatasi pergerakan, menurutku enggak. ya asal calonnya bener ya. menurutku kalau nikah harusnya malah justru lebih mempermudah, kan kita punya seseorang yang bisa jadi second opinion gitu dalam setiap keputusan yang akan kita ambil. and let me tell you, you won't like it to be in your lowest point by yourself. beneran. nggak papa menunda punya anak, nggak papa dibilang married by accident, nggak papa marahan, nggak papa masih tinggal di rumah orang tua atau ngekos, yang penting sama pasangan. yang penting makannya masih barengan. mencintai membuat kita hidup.

cita-cita yang harus tercapai, kerja di cafe dan bikin cafe sendiri. what the fuck I am going to do in the future, yang ini harus terlaksana. nggak peduli. kenapa? karena yang ini masih mungkin dan sangat mungkin direalisasikan. terlalu banyak kesempatan yang bisa dikembangkan di bidang ini, I hope one of the best chance is mine.

so please after you're reading this, an amin?
amin :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...