Langsung ke konten utama

post ini tidak berisi apa-apa, sih.

kenapa kamu tidak bisa tinggal diam? 

sayang, kalau kamu membaca ini saat kamu kembali, tolong jangan pernah membahasnya dalam salah satu perbincangan kita. meski kecil sekali kemungkinan bahwa kamu akan membacanya, aku cuma berjaga-jaga.

sayang,

ku beritahu, aku bukanlah orang yang terbiasa berada dalam sebuah hubungan yang mengikat. ini yang aku suka dari kita. kita tidak pernah berusaha mengikat satu sama lain dalam sebuah ikatan yang fana, ikatan kita nyata dan kita hanya mengikat satu sama lain. sesederhana itu kita berhubungan.

aku merasa apabila kita mengikat diri pada sebuah ikatan, maka kita harus mengabdi. harus mencurahkan lebih banyak pengorbanan, harus lebih dan lebih. aku tidak bisa, sayang.

mungkin semua orang memandangku sebagai sosok yang sangat amat mudah diluluhkan, oh tidak. mereka salah. karena aku, meski penuh dengan cinta, aku begitu dingin apabila berada dalam suatu hubungan. aku jarang mengkhawatirkan, jarang ingin diperhatikan, aku mungkin terbiasa sendiri.

aku bahkan menyayangi orang-orang yang ku sayangi dengan cara yang berbeda. aku menyayangi sahabat-sahabatku meski mereka membicarakanku di belakang, karena aku tahu mungkin mereka tidak tega untuk mengatakannya di depanku. kata orang-orang, sahabat adalah orang yang mengatakan kejelekanmu di depanmu. menurutku tidak, tidak semua orang dapat menerima fakta bahwa mereka menyebalkan. mungkin sahabatku hanya terlalu mengerti aku.

aku menyayangi musuhku dengan mendoakannya untuk berjodoh dengan salah satu temanku yang paling bisa kuandalkan. karena ia menjadi musuhku karena kebodohannya, dia terlalu bodoh hingga dia membutuhkan orang yang dapat dia andalkan. sedangkan aku, aku terlalu bodoh karena meladeni kebodohannya dengan menjadikan dia sebagai musuhku, dan aku mengandalkan perempuan ini, sayang. aku merasa perempuan ini dapat meredakan kebodohanku, jadi aku mendoakannya untuk berjodoh dengan perempuan ini. siapa tahu bodohnya mereda.

aku menyayangi keluargaku dengan cara yang berbeda. aku menutup diri dari mereka. hal ini kulakukan bukan karena apa, aku hanya menerka bahwa mereka akan terkejut setengah mati apabila aku membeberkan caraku berteman. pikiran mereka belum terlalu terbuka, sayang. mungkin kamu akan berpendapat bahwa aku salah. tidak, untuk kali ini aku benar. aku belajar dari fakta. hal yang tidak wajar, mungkin dapat diterima apabila dilakukan oleh orang lain meskipun orang tersebut sedekat teman bahkan sahabat. namun apabila hal itu dilakukan oleh keluarga, meski bukan keluarga yang dekat, seketika itu juga pikiranmu tertutup, percayalah padaku. seseorang tidak pernah seterbuka itu pada anggota keluarganya. aku hanya tidak ingin mereka terkejut. sesederhana itu.

begitu juga dengan caraku mencintai kamu.

sayang, percayalah. ini sudah satu tahun 1 tahun 3 bulan tepat ketika kita pertama kali berkenalan. sejak hari itu, rasaku tertuju pada seorang kamu. hanya kamu.

bukan karena aku romantis, tapi semata-mata karena aku menganggap kamu telah mengubah seorang aku. 

dulu, aku pernah mengalami perasaan yang sama, namun pada waktu itu dapat kupastikan aku sedang berada dalam bius bernama cinta. kali ini tidak. 
kali ini sungguh terasa amat nyata.
sebuah rasa yang membuat aku lebih mencintai diriku, ini mungkin terdengar egois. tapi definisi mencintai menurutku adalah belajar untuk mencintai diri sendiri.
aku mencintai diriku sendiri dengan mencintai kamu.

kamu tahu sayang, begini aku mencintai diriku sendiri.
aku sudah lama ingin kembali menumbuhkan rasa kemanusiaan pada diriku.

kamu menyadarkanku bahwa tidak selamanya aku harus melakukan segala sesuatu hal sendiri, aku masih manusia sebagai makhluk sosial. maka dari itu aku mulai kembali belajar membuka hati dan membuka diri, aku jadi lebih ramah. 

kamu memaksaku untuk tidak mendiamkan segala sesuatu yang tidak semestinya. kamu mendorongku ke dalam zona tidak nyaman sehingga aku terpaksa mencari tahu penyebabnya dan berusaha memperbaikinya agar aku kembali nyaman. aku selalu begitu, kembali ke zona nyaman.

kamu mengingatkanku untuk menunggu, karena penantian tidak ada yang sia-sia. selalu ada pelajaran di dalamnya. kamu tahu, aku jadi terbiasa menunggu. aku jadi pribadi yang lebih sabar. seperti halnya aku, yang hari ini menunggu pesan darimu, yang sedang berada di sebuah pantai nun jauh disana. 

aku khawatir. itu yang terpenting. aku tidak pernah khawatir.
ini aneh, sayang. aku khawatir tiap kali kamu tiba-tiba mengirimkan teks kepadaku bahwa kamu sudah berada di puncak sebuah gunung, atau kamu sedang berada di jalan menuju kota tempatku tinggal, atau kamu tiba-tiba sudah di depan rumahku, atau kamu tiba-tiba menghilang (meski sebelumnya sudah menjelaskan rencanamu seperti kali ini, pergi ke pantai atau dataran lainnya yang miskin sinyal). aku bahkan khawatir ketika kamu pulang lebih dari jam 9, meski hal ini sebenarnya sangat amat lumrah kamu lakukan, hanya saja, entahlah, rasa ini susah dijelaskan. aku merasa kamu sangat tidak aman apabila berkendara di jalanan pada jam 9 ke atas. aku khawatir saat kamu kehabisan rokok, karena barang itu yang seolah-olah membuatmu tetap bernafas. aku khawatir saat kamu seharian belum menenggak kopi. sungguh aku tidak paham.

post ini memang tidak ada apa-apanya sih, aku hanya ingin cerita saja kepadamu (yang belum tentu membaca) atau pada kalian (yang pasti tidak sengaja membaca), aku jadi aneh bila jatuh cinta. huh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...