Langsung ke konten utama
hai, apa yang sedang kalian lakukan?
ngomong-ngomong, langit sedang berpresipitasi. sungguh cuaca yang amat cocok untuk menghabiskan sebuah buku dengan ditemani secangkir cokelat hangat. begitu yang dikatakan buku novel kalian, kan?
oh tidak, bukan itu yang sedang aku lakukan.
apakah kalian sedang berpelukan dengan orang tersayang di bawah selimut yang tebal? aku pernah membaca salah satu cerpen dari pengarang favoritku, katanya hal tersebut kerap kali dilakukan pasangan ketika hujan. benarkah?
oh tidak, bukan itu yang sedang aku lakukan.
aku bukan salah satu dari sekian bayangan kalian tentang siapa diriku sebenarnya.
 jadi bagaimana? apa yang sedang kalian lakukan?

aku?
aku sedang berhadapan dengan komputer jinjing paling menyebalkan sedunia yang penuh dengan sekian virus dari seluruh dunia hingga sistemnya mulai melemah. kali ini, aku dipaksa berjuang dengannya untuk mengerjakan sebuah tugas akuntansi. ya, akuntansi, salah satu pelajaran yang paling kubenci di sekolah.
mengapa aku harus belajar akuntansi ketika aku lebih mencintai sejarah?
mataku sedikit terganggu oleh adanya segala tabel yang perlu disusun lebih rinci ini. rasanya sungguh tak sama dengan belajar sejarah yang dapat kusetarakan dengan membaca buku cerita. kalian tahu rasanya lelah? itulah cerminan dari apa yang dirasakan punggungku sekarang.
hal ini disebabkan oleh dua hal. satu, aku mengerjakan tugas ini di tempat tidurku. dua, aku tidak bersandar. dua faktor yang berhubungan. sialan.
oh iya, aku juga berhenti mengonsumsi cokelat maupun makanan yang biasa dikonsumsi anak muda lainnya untuk cemilan. aku menghindari makanan asin dan manis, zat yang kalian namai surga kecil itu. aku tak terlalu suka asin, rasanya membuat lidahku ingin mencicipi lebih dan mulutku ingin memamah biak. aku juga tidak suka manis, hanya tidak suka, entah kenapa.
kalian ingin tahu apa yang aku minum? air mineral.

kekasih? ia tinggal di kota lain. lagipula, ibuku tidak akan membiarkan dia masuk kamarku, apalagi hingga kami berada di bawah satu selimut yang sama. bisa dicoret namaku dari kartu keluarga. ibuku bahkan akan memarahiku habis-habisan ketika tahu aku mengizinkannya masuk ketika aku sendirian di rumah. ibuku menjunjung tinggi adat istiadat, ibuku harusnya tahu tidak akan ada yang bisa melakukan apa-apa di rumah ini (apalagi di kamarku). kamarku dekat dengan ruang keluarga dan tidak pernah tertutup, apabila ditutup udaranya akan semakin menghangat. jadi kamarku memang hanya bisa ditutup ketika malam, selain itu aku akan mandi keringat. seperti yang sedang aku lakukan ini. aku perlu sedikit konsentrasi hingga pintu kamarku terpaksa ku tutup. lagipula, bila memang terjadi sesuatu semua orang akan tahu, tidakkah mereka punya telinga?

hidupku tidak senovel yang kalian bayangkan. jadi senovel apa hidup kalian?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...