Langsung ke konten utama

dear future husband

beberapa waktu yang lalu ada yang sempet tanya "dear future husband" ke aku di ask.fm. bisa dilihat di likes karena itu termasuk salah satu answer yang like nya paling banyak, and to be honest aku bahkan nggak sadar bahwa orang yang jawab itu adalah aku sendiri.
iya, aku jadi seaneh itu sekarang.

dalam jawaban itu, nggak seperti cewek-cewek lain yang juga jawab pertanyaan yang sama, mereka biasanya pengen dikasih surprise dan sebagainya, tapi aku malah bilang "sregep o kerjo tapi gausah ngoyo" sungguh amat sangat perhatian. trus ada terusannya, "aku wes biasa urip susah, aku mek gak pingin anakku ngrasakno susah koyok sing tak rasakno ae"

karena baca dua kalimat tersebut aku mikir, apa nanti aku kalo udah punya suami beneran bakal jadi se careless itu ya sama diriku sendiri?

sregep o kerjo tapi gausah ngoyo, biar aku bantu kamu cari uang biar nanti tiap weekend kita bisa main bareng anak-anak, kasihan mereka kalo belajar terus. biar kamu ada waktu juga di rumah buat ngajarin anak-anak ngerjain pr, ya soalnya aku juga nggak begitu pinter sih di sekolah. siapa tau kamu bisa bantu.

aku wes biasa urip susah, aku mek gak pingin anakku ngrasakno susah koyok sing tak rasakno ae. karena hidup susah itu nggak enak, nggak papa aku rela sekarang susah tapi nanti anak-anak kita nggak boleh ngerasain susah sesusah aku yang bahkan mau main harus nabung sendiri, yang ketika makan bahkan mikir gimana caranya tetep kenyang tapi gak ngeluarin duit lagi. aku mau anak kita nanti gak perlu mikir duitnya gimana, makanya kalo ngomongin duit jangan di depan anak-anak ya, sayang.

ada tiga point yang menyangkut tabungan di akhirat dan aku tulis itu juga di answerku. "aku kadang lali niat sholat subuh, tolong ilingno." , "trus lek suatu saat kita punya rumah sendiri, gawekno aku musholla di dalam rumah kita." , "celukno aku guru ngaji"

aku kadang lali niat sholat subuh, tolong ilingno. kalau kamu suamiku, pasti kamu udah tau kalo aku bilang 'niat' berarti bukan hanya niat sebelum takbir tapi juga niat untuk bangun dari tidur ketika adzan berkumandang. percayalah, kalo nanti waktu kamu bangunin aku dan ngajak jamaah sholat subuh mungkin mukaku masih kusut, tapi agak siangan dikit aku pasti sadar kok niatmu baik hehe. aku seneng malah ada orang yang ngingetin tanggung jawabku kayak gitu. kalo bisa 5 waktu sekalian........

trus lek suatu saat kita punya rumah sendiri, gawekno aku musholla di dalam rumah kita. karena aku pengen nanti kita bisa jamaah sama anak-anak tiap maghrib trus ngaji juga jadi anak-anak nggak sempet liat tontonan murahan di tv pada jaman itu yang biasanya sih sengaja disiarkan jam segitu. semoga ngaji bisa ngajarin mereka caranya tenang dan kontrol emosi. selain itu, nanti kalo temennya anak-anak main ke rumah sampe malem biar mereka bisa sholat juga nggak sungkan-sungkan soalnya emang udah ada musholla yang disediakan.

celukno aku guru ngaji. karena aku sadar aku ngaji sekedar bisa aja, nggak lancar kalo temen-temenku lagi baca yasin pas hari jumat di sekolah. sekalian nanti ngaji sama anak-anak juga bisa. selain itu aku pengen belajar al quran bukan cuma baca tapi juga ilmu-ilmu yang di dalamnya. baca doang mah cari iqro aja ga usah cari guru ngaji.


satu elemen yang nggak boleh ketinggalan, "dekatkan aku mbek keluargaku"

aku amat sangat tertutup sama keluarga. baik itu keluarga yang di rumah atau keluarga besar. jadi bisa aja kamu salah satu dari laki-laki yang pernah aku tutupin dari keluargaku. aku nggak begitu paham sih kenapa kok aku jadi tertutup ke keluarga, padahal kalo di luar aku ini orangnya terbuka. hampir nggak ada hal yang nggak aku ceritain, tapi kalo ketemu keluarga mesti aku nggak tau kenapa jadi canggung gitu. padahal keluargaku asyik. mungkin karena dari kecil mesti aku nggak boleh gini nggak boleh gitu, jadinya aku mesti serba salah dan mau ngapa-ngapain juga takut disalahin. trus juga trauma soalnya dari dulu kalo kumpul keluarga aku kayak nggak pernah dianggep, karena kecil sendiri dan apa ya.... aku nggak tau pandangan mereka ke aku gimana, semoga aja salah, tapi emang dalam setiap acara aku bahkan nggak pernah masuk hitungan. segitunya. iya, segitunya.
selain itu, sifat dasar manusia, semakin banyak hal yang mereka tau, semakin banyak hal yang bisa mereka omongin. udah cukup aku diomongin di luar sana karena saking terbukanya aku sama orang-orang, aku nggak mau diomongin dalam lingkup ini karena aku butuh lingkup ini kapanpun aku butuh.

dengan kita menikah, ya berarti aku mulai terbuka dong soal hubunganku sama orang lain. makanya aku berharap kamu bisa mendekatkan aku dengan keluargaku, karena kamu udah membuka gerbangnya. aku mau kamu yang gandeng tanganku masuk.

poin terakhir ini aku mulai egois, "dan, masio suatu saat otakku sudah tidak bekerja seoptimal ini, tolong pancet o sayang aku. ngene-ngene aku bojomu"

aku yakin hal yang bikin kamu menikah sama aku bukan paras atau apa, pasti otak. yakin.
karena otak adalah satu-satunya hal yang bisa dipertimbangkan dari seorang aku. dan otak adalah salah satu bagian tubuh yang paling berusaha aku kembangkan jauh sebelum aku berencana untuk ketemu kamu.

tapi dalam setiap hidup manusia kan pasti ada kerja yang berkurang tiap tahunnya, aku sadar otakku juga nggak mungkin selamanya bisa kayak gini. kalo bisa ya alhamdulillah, tapi kalo enggak, inget aja kita nikah nggak cuma gara-gara otak. pasti ada banyak alasan yang bikin kita nikah. karena cinta nggak butuh alasan, nikah yang butuh alasan.
aku nggak akan menuntut kamu untuk hal lain kecuali benar-benar mendesak, cuma satu ini aja pertahanin dari awal kamu berencana buat nikahin aku dan nanti kalo Tuhan udah memisahkan kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...