cita-citanya turut mengukir cita-citaku. ketika kami masih memakai seragam biru tua dengan atasan putih, ia ingin menjadi dokter. semenjak itu aku ingin jadi dokter, belajar biologi habis-habisan, aku isi semua latihan soal di buku yang kami beli untuk mendukung terciptanya nilai yang indah dipandang di surat kelulusan nanti. aku berhenti berjuang ketika seragam putih abu-abu melekat pada tubuhku, aku tidak perlu menjadi dokter, aku tidak bisa menjadi dokter, ilmu sosial lebih cocok untukku. tapi ia tidak, ia tetap berjuang. berjuang untuk cita-citanya bukan untuk adanya kita. kami tidak lagi berjuang bersama-sama.
lucu rasanya memikirkan bagaimana aku masih bisa teringat bahkan terisak akan hubungan kami yang kandas begitu saja tanpa adanya alasan yang jelas. mungkin hari itu aku hanya terlalu salah, mungkin hari itu ia hanya terlalu lelah, yang jelas kami berpisah. sudah tidak lagi ada cinta yang menggebu dan hasrat untuk membahagiakan satu sama lain. kukira semua orang akan bersyukur atas perpisahan kami, begitu pula seharusnya aku. sudah tidak ada yang perlu dilanjutkan. sudah tidak ada yang bisa dilanjutkan.
pada ulang tahunku yang ke 14, ia belikan aku dua buku novel yang kupilih sendiri, hari itu ia menggamit tanganku melewati pertokoan di sebuah mal, langsung menuju toko buku. ia membawaku ke rak tempat novel-novel berada, senyumku kian mengembang dengan tidak wajar. ia berjanji membelikanku buku untuk hadiah ulang tahunku, aku senang akan keputusannya yang membiarkanku untuk memilih buku yang akan dia pilihkan. aku tanya berapa buah novel yang patut aku pilih, ia jawab, terserah. aku pilih dua.
ia tanya, "hanya dua?" ia mengerti aku. aku tetap pilih dua.
hari itu kami pulang ke rumahku, aku membaca buku yang ia belikan dengan kepalaku di pangkuannya. kami larut dalam keheningan. buku itu kuselesaikan dalam 2 jam. ia mengecup keningku seraya aku menurunkan buku itu dari pandangan mataku. sejak hari itu, buku itu jadi buku favoritku.
dalam buku itu, tokoh utamanya bernama Mahoni, ia bekerja sebagai desainer interior. semenjak itu aku ingin menjadi desainer interior. cita-citaku pupus ketika ternyata aku tidak bisa menggambar, tidak seperti kamu. kamu pandai menggambar. aku harap kamu bisa menggambarkan buku cerita untuk anak-anakku kelak.
hari ini, dengan aku menulis ini. aku hanya ingin menjadi orang yang juga mengukir cita-citanya. aku ingin jadi rumah ketika ia lelah, aku ingin jadi pelabuhan dimana ia melabuhkan hatinya yang rapuh kepada aku. aku ingin jadi lengan-lengan yang merengkuhnya pada sebuah malam ketika raganya tak lagi kuat menahan segala kegiatan. aku hanya ingin bersamanya.
don't take this seriously, guys.
lucu rasanya memikirkan bagaimana aku masih bisa teringat bahkan terisak akan hubungan kami yang kandas begitu saja tanpa adanya alasan yang jelas. mungkin hari itu aku hanya terlalu salah, mungkin hari itu ia hanya terlalu lelah, yang jelas kami berpisah. sudah tidak lagi ada cinta yang menggebu dan hasrat untuk membahagiakan satu sama lain. kukira semua orang akan bersyukur atas perpisahan kami, begitu pula seharusnya aku. sudah tidak ada yang perlu dilanjutkan. sudah tidak ada yang bisa dilanjutkan.
pada ulang tahunku yang ke 14, ia belikan aku dua buku novel yang kupilih sendiri, hari itu ia menggamit tanganku melewati pertokoan di sebuah mal, langsung menuju toko buku. ia membawaku ke rak tempat novel-novel berada, senyumku kian mengembang dengan tidak wajar. ia berjanji membelikanku buku untuk hadiah ulang tahunku, aku senang akan keputusannya yang membiarkanku untuk memilih buku yang akan dia pilihkan. aku tanya berapa buah novel yang patut aku pilih, ia jawab, terserah. aku pilih dua.
ia tanya, "hanya dua?" ia mengerti aku. aku tetap pilih dua.
hari itu kami pulang ke rumahku, aku membaca buku yang ia belikan dengan kepalaku di pangkuannya. kami larut dalam keheningan. buku itu kuselesaikan dalam 2 jam. ia mengecup keningku seraya aku menurunkan buku itu dari pandangan mataku. sejak hari itu, buku itu jadi buku favoritku.
dalam buku itu, tokoh utamanya bernama Mahoni, ia bekerja sebagai desainer interior. semenjak itu aku ingin menjadi desainer interior. cita-citaku pupus ketika ternyata aku tidak bisa menggambar, tidak seperti kamu. kamu pandai menggambar. aku harap kamu bisa menggambarkan buku cerita untuk anak-anakku kelak.
hari ini, dengan aku menulis ini. aku hanya ingin menjadi orang yang juga mengukir cita-citanya. aku ingin jadi rumah ketika ia lelah, aku ingin jadi pelabuhan dimana ia melabuhkan hatinya yang rapuh kepada aku. aku ingin jadi lengan-lengan yang merengkuhnya pada sebuah malam ketika raganya tak lagi kuat menahan segala kegiatan. aku hanya ingin bersamanya.
don't take this seriously, guys.
Komentar
Posting Komentar