Langsung ke konten utama

mature

aku pikir smp itu masa-masa dimana kita harusnya lebih mengatur diri kita, berusaha lebih mature tapi gak mature-mature banget. setiap laut diawali oleh satu tetes air. nah di smp inilah harusnya kita memulai dengan satu tetes air yang baik. jadi samudra kita bening. bersih.
di smp ini aku menetapkan bahwa aku ..............

tidak ingin berteman dengan orang yang tidak awesome. lho ini namanya bukan sok pilih-pilih teman, tapi kalau kalian nggak punya teman yang awesome, kalian nggak akan jadi awesome. dan awesome disini maksudnya adalah awesome bagi kalian. jadi ini tergantung pribadi masing-masing. orang yang nggak awesome pada akhirnya cuma bikin kita menyesal pernah kenal sama dia dan bikin kita sakit hati dengan ke-tidak-awesome-annya. they're extremely disgusting.

akan jadi sexy bagaimanapun caranya. i think sexy isn't just about your physical appeareance. entahlah apa bener gini tulisannya. tapi menurutku, come on? hari gini masih ada yang mengeluhkan bentuk tubuh dan wajah yang jelek ? gak bisa diubah juga. kalo tubuh, oke lah bisa kamu kurusin bisa kamu gendutin, tapi wajah ? yang bisa bikin kamu sexy atau cantik atau kata sifat apapun yang kalian dambakan itu cuma diri kalian sendiri, cara kalian membawakan diri, cara kalian memancarkan aura dari diri kalian. nah itu yang dilatih. susah sih, tapi pasti bisa.

harus lebih dewasa dalam menanggapi segala permasalahan. menurutku ini bukan lagi waktu buat aku dikenal sebagai bitch labil yang drama banget. aku pingin biasa aja, awesome, keren, sexy, beautiful. aku merasa udah bukan lagi saatnya buat aku nangisin orang yang udah pergi dari hidupku, atau masih diem-dieman sama mantan karena masih ada dendam, atau mengeluhkan soal orang-orang yang tiba-tiba datang di hidupku padahal aku nggak mengundang mereka masuk. semuanya aku terima dengan lapang dada, aku rela hidupku mau gimana. pokoknya aku masih dikasih nafas aku udah bahagia.

kalau nggak sekarang, mau kapan lagi ?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...