Langsung ke konten utama

lebih dari pembatas buku

i love books more than i love people.tapi kurang ngerti ya sama orang yang gini,mereka minjem buku, udah ada bookmark.eh malah diilangin. malah halamannya dilipet.di kasih kepercayaan malah kayak gitu.
sama aja kayak milih wakil rakyat, kita bayar pajak yang itung-itungannya bikin nilai ips jeblok itu, eh malah di korupsi, malah dipake buat kepentingan pribadi.
ya emang,kalo soal wakil rakyat, sakit hatinya dipake bareng-bareng,jadi nya cuma ketinggalan nyesel nya aja kenapa jadi warga negara sini.tapi kalo pembatas buku?
pada akhirnya, pasti ada yang pernah ngedumel "dipinjemin malah kayak gitu, ih, kapan-kapan gak pinjemin lagi ah" ngaku.udah nyesel.sakit hati.tapi besok-besok lo pinjemin juga itu orang. tetot :V
alesannya macem-macem, mulai dari gak enak karena temen deket,sampe karena dipaksa pun juga ada.
sebenernya dalam ilmu pinjem-pinjeman, simpel. mau minjemin ya udah pinjemin, tapi ga ada jaminan baliknya bagus.gak mau minjemin, yaudah, itu kan punya ente juga,punya hak dong.
i love the bookmark of all my books.
setiap buku novel dari gagasmedia, yang notabene paporit nya mich. pasti ada bookmark nya,gambarnya lucu-lucu,sesuai dengan judul bukunya, tapi entah kenapa selalu balik dengan tidak selamat bung, kebanyakan ilang,mana baliknya buluk lagi.
sekarang gini aja, dikasih bookmark kan biar baca nya enak, bukunya tetep bagus gak kelipet-lipet,tapi malah diilangin. buat jaga hal simpel kayak bookmark aja susah, apalagi lo jaga bukunya ?
buat orang yang gak ngerti, pasti ada yang bilang, "barang ginian aja di masalahin"
yah coba aja pikir sendiri kalo lagi asik baca, tapi ada keperluan lain atau bukunya mau dimasukin tas, mau di batesin pake apa ? jari ? upil ? jempol kaki ?
terkadang, hal kecil yang luput dari perhatian kita juga bisa berarti buat orang lain,
masih ada lagi yang mau ngilangin bookmark ? ;)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...