Langsung ke konten utama

did i just mention someone?

jadi gini lo, karena lama tidak posting, jadi seperti biasa, kali ini mich mau posting yang agak serius, hehehehe.
kali ini soal filter.yes, filter yang buat nyaring kopi, nyaring teh, nyaring mie, dan yang paling dibutuhin itu nyaring omongan. berdasarkan pengalaman pribadi, emang mulut itu susah dijaga sih, apalagi kalo pas bercanda, apalagi bercandanya anak yang baru gaul beberapa bulan gitu, biasanya kan agak 'deep' gitu celetukannya.lho kok jadi curcol gini.
seumur-umur emang seorang mich tidak pernah bisa seriously serious ya, posting serius yang lain itu juga sama curcolnya sama yang ini.oke, balik ke topiknya.
kenapa kata-kata di atas sampai di bold plus italic? karena di kelas 8 ini mich menemui banyak sekali anak-anak yang seperti itu, yang dikira mereka asik, tapi karena mereka yang ngomong, jadinya malah aneh dan terkadang malah terkesan ngenyek banget.
ya.. tiap orang harus introspeksi lah ya, harus liat keadaan nya, harus mikir juga gimana rasanya kalo jadi dia, gimana sakitnya dibilang "gitu".tapi justru itu kan yang susah ._. coba kalo gituan gampang, gak mungkin ada anak meninggal gara-gara bullying.
meski dikit kadang nusuk banget loh.ditambah ekspresi wajah yang mendukung,pro banget itu maaaah.
ya segitu dulu deh, udah lobet ini. pelajarannya pokoknya kalo mau ngomong diliat-liat dulu, suasana, orangnya sama keadaannya. kalo orangnya gamapang down kan kasian.
kalo emang mau gaul, gak begitu caranya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...