Langsung ke konten utama

sandal

jadi inget tugas perdana dari pak singgih semester lalu hihi.yang baru saya selesaikan beberapa bulan setelahnya.iya, bulan, bukan minggu.betapa tidak bisa diandalkannya tanggung jawab saya.
sekarang yang mau saya bahas bukan perkara 'saya' lagi.tapi beberapa masalah sandal yang sedang hits di kehidupan saya.
tentu masih jelas di benak kita tentang mas-mas SMA yang nyolong sendal jepit di masjid dan akhirnya masuk penjara hanya karena yang ia curi adalah sendal dari salah satu anggota polisi,benar?dengan begitu, berarti terbukti bahwa indonesia merupakan negara yang penduduknya ternyata sangat teliti sekali hingga hal se-sepele itu bisa menjadi masalah besar.yang tidak bisa dipungkiri adalah kenapa mereka tidak seteliti itu pada kejahatan yang lebih besar dari mencuri sandal?
okay, let's change the topic. kita cari yang lebih santai ya? ;)
terbukti, sandal bukan hanya sekedar sandal dalam hidup saya. setahun yang lalu, saya kehilangan sandal di acara persami sekolah dan saya merasa hidup saya berubah 180 derajat dari sebelumnya.
jadi begini ceritanya,waktu itu saya baru lulus SD dan masuk SMP,sandal itu sederhana, warnanya biru tapi modern, maksudnya modern itu jadi dijepit tapi belakangnya ada yang biasa di sangkutkan di atas tumit itu lo.entah kenapa saya merasa nyaman sekali dengan sandal itu, karena sewaktu SD saya sering pulang sore dan harus ikut sholat dhuhur di sekolah, maka sandal itu pun hampir tidak pernah lepas dari hidup saya.tiap hari pulang sekolah mengenakan sandal itu seakan sudah terlalu lelah mengganti dengan sepatu.pagi itu saya baru pulang dari kegiatan persami yang mengharuskan siswanya menginap di sekolah (yang horor itu) betapa kagetnya saya, sandal biru itu lenyap.sampai sekarang saya masih tidak tahu, apa sandal itu masih di sekolah atau bagaimana, setidaknya sandal itu membuat hidup saya berubah.ia menyadarkan saya bagaimana hal sesimpel itu dapat membuat saya kelabakan, keluar rumah gak bisa langsung samber sandal (karena saya tidak punya sandal lain) dan yang paling penting, saya kesusahan sholat tarawih.masa' juga saya tarawih di masjid dekat rumah saja pakai sneakers?
kedua, saya menemukan nama saya di sandal jepit entah milik siapa di gondanglegi, rumah kakek saya. betapa sangat memalukannya ada 'michiko' disana.memang michikomiera bukanlah nama asli saya, namun nama itu sama dengan sandal di atas, sama-sama mengubah hidup saya.bahkan nama ini hampir tertulis di kolom nama buku matematika saya tadi pagi.
masalah sandal juga tidak pernah selesai di rumah saya, khususnya kamar mandi bawah yang biasa saya gunakan begitu juga kakak laki-laki saya.karena kamar mandi tsb digolongkan sebagai kamar mandi yang biasa digunakan dalam keadaan basah, waktu itu pernah ada sandal jepit biasa,lalu berhasil keluar secara sukses dari kamar mandi, entah kemana ia sekarang yang jelas waktu itu ibu mengutus asistennya untuk menyikat sandal tersebut karena sudah dipenuhi noda hitam a.k.a jamur.hari ini, saya baru menyadari, ternyata ibu sudah menyiapkan sandal baru.sandal itu bernama bakiak.
dan, yang ini adalah cerita terakhir dimana sebenarnya kalian sudah mulai bosan membaca posting ini.sandal juga memperlihatkan bahwa orang indonesia terlalu memikirkan apa kata orang lain.saya,waktu itu mengenakan sandal hijau toska ke dalam sebuah mall.bersama dengan kaos oblong dan hotpants, saya terlihat begitu cuek dengan penampilan, namun sebenarnya saya sangat memaknainya.satu orang yang duduk di belakang saya ketika filmnya diputar berkata, "ih lucu ya ke mall pake sandal, kapan-kapan gue coba ah" saya tidak pernah lagi memakainya ke mall.kenapa?karena perkataan orang di belakang itu terngiang-ngiang terus. padahal orang lain ya fine-fine aja liatnya.
nggak nyangka kan barang se simpel sandal punya cerita sebanyak ini? ;)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...