Langsung ke konten utama

lurus

yep.sedang bergelut dengan laptop bung pagi ini. setelah tadi malem party hard sama dimmie,aswin,revy,bagas dll dalam rangka ulang taunnya aswin.aku sukses teler.pulang sampe rumah jam 12 malem.hehehe.tidak merasa berdosa, sayang sekali.
kemaren ujan seharian,lucunya malah kita tetep bela-belain dateng.aku nyusul revy trus kita ke matos,katanyaaa dia mau beli tas sama dompet, eh malah jadi beli kaos sama tas. ya sama sendal jepit juga sih, yang akhirnya tak pake karena sendal ku basah.aku pun ganti celana cadangan karena celana taplak kurang ajar itu berhasil basah karena penggunaan jas hujan yang fail.
udah di sms in aswin suruh dateng eh malah sampe sana cuma ada dimmie sama anas.kurang megelin apaaa.
kayaknya reserved nya emang baru jam 8 deh..soalnya kita nunggu dulu sih.
dari ria jenaka, kita ke..inul vista.malem-malem karaokean.baru ngerti suaranya aswin lumayaan.
duet sama mimi juga :3 skali lagi maafkanlaaaah karnaaa akuuuu cinta kau dan diaaaaa.
this. bikin bingung. harus lurus atau belok tanpa harus sampe di persimpangan.
yes, gak bisa dijelasin yang iya aku keburu galau.entah ya, agak gimanaaa gitu. intinya 'cause when i'm with him i am thinking of you.
aku suka.suka caranya bicara sama aku,suka caranya ngelarang aku,caranya mendekatkan telinganya saat aku berbisik,caranya menyentuh tanganku,mengelus pundakku.aku suka semuanya.hanya suka.aku sayang dia kayak aku sayang sama adekku.
SEMOGA TIDAK ADA YANG BACA,TUHAN.
apa yang ada disini hanya tetap terus disini!

Komentar

  1. mbak mich :) follback blogku http://www.ichdacastabryna.blogspot.com/
    oke ;)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...