Langsung ke konten utama

ibu,kembalikan bajuku.

oke, awal pula perceriteraannya itu disini. ukuran baju ibu lebih kecil dari ukuran bajuku, apalagi ibu cantik terawat, jadilah semua bajuku terlihat pas di tubuhnya. tapi yo ojok kenemenen rweq, gak duwe klambi aku. trus juga pembantu sudah agak rabun dan emang dari dulu seenak udelnya aja kalo masukin baju ke lemari. baju ku yang pernah dipake sama ibu dimasukin juga ke lemari ibu, oke, jangan bilang pembantu, sebut saja asisten ibuku, betul bang dika? ;)
hari ini mungkin ibu akan pulang dari bali bersama ayah, entah ada keperluan apa mereka disana tapi aku berharap ibu membelikanku baju baru? kenapa? karena di bali itu matahari nya beda, ukuran luar negeri, jadi kebanyakan model unyu dan ukurannya 10 itu udah guedue.
lalu aku iseng pagi-pagi buka fashion blog, eh jadi inget, kira-kira baju mana ya yang bisa di mix and match.
sebenernya banyak. pengen coba high waist, tapi yo mosok.. gak pantes nemen lah kalo di aku.
lalu aku mencoba mengambil peruntungan lain. aku membongkar lemari ibu yang koleksinya unyu namun lebih sering diacuhkan oleh pemiliknya.kurang megelno opo. bu, sadarlah.lemarimu penuh baju unyu sepertiku, kenapa tidak kau manfaatkan bu? kenapaaaaaaa.
okelah, hari ini aku tidak tahu harus kemana dengan uang 10rb. aku mencoba mencari teman yang sekiranya punya nasib yang berbeda jauh denganku. ibu ayah cepat datang, aku mau minta uang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...