hujan memaksa ku untuk secepat mungkin berlari menuju minimarket dekat sekolah. aku butuh sesuatu yang hangat, mungkin mie seduh atau segelas teh hangat. entah. yang aku tahu di minimarket itu ada dispenser yang menyediakan air panas gratis untuk pengunjung. kalaupun tidak, aku mungkin bisa berteduh di bawah asbes nya. lari kecilku memercikkan titik air yang menggenang, malah lebih memperparah kuyup di satu-satunya sepatu sekolahku. juga kaos kaki nya yang lusuh. andai tadi aku membawa payung yang disarankan ayah, mungkin aku tidak harus berlari-lari seperti ini.
minimarket nampak lenggang, orang-orang lebih memilih diam di rumah entah menonton televisi dengan ditemani segelas coklat panas, atau menangis menghadap jendela meratapi entah apa yang beberapa waktu lampau telah terjadi padanya. aku memutuskan untuk masuk ke bagian kulkas dingin itu lalu mengambil sebotol teh dingin rasa markisa. keputusan bodoh bukan? selalu
"mbak, ada rokok?"
suara itu, suara yang selama ini ku elu-elukan tiap jam tiap waktu selalu berdengung di kepalaku sekarang benar-benar terlihat nyata, dengungnya jelas, dekat, padat.
"oh iya mas, yang mana? pilih aja"
secepat kilat kau menyambar sebungkus rokok menthol dan membayarnya, menyerobot antrian ku.
"mas, udah belom"
"iya bentar" sahutmu sumringah dengan senyum manis itu.
lalu beranjak pergi merangkul gadis yang sedari tadi menunggu di luar minimarket, nampak penuh kasih sayang dengan isengnya mencubit pipi si gadis, tertawa bersama di tengah guyur hujan. aku diam, terpaku. lalu dengan cepat tersadar dan menyodorkan beberapa lembar dua ribuan pada penjaga kasir.
aku keluar, keluar dari minimarket itu dengan perasaan sesak, seperti memendam berbatu amarah dalam hati. tidak mungkin aku pulang dalam keadaan penuh dendam begini, mungkin cafe di sebelah minimarket ini bisa menghilangkan sedikit gundah ku.
"Maura, kemana? masih ujan nih"
"eh Mas, mau ke sebelah, nunggu hujan reda,kenapa?"
"aku temenin ya?"
diam, aku terdiam sesaat, hening.
"gak ngerepotin?"
"enggak, lagian masih ujan kok. nanti aku anterin pulang deh, mumpung aku bawa motor"
"lah.. kok makin ngerepotin.. aku naik angkot saja.."
"ayo deh, gak usah sungkan gitu" sahutnya ceria sambil menggamit tanganku menuju cafe itu.
selamat datang cinta.
maaf aku pinjam judul lagunya.
"mbak, ada rokok?"
suara itu, suara yang selama ini ku elu-elukan tiap jam tiap waktu selalu berdengung di kepalaku sekarang benar-benar terlihat nyata, dengungnya jelas, dekat, padat.
"oh iya mas, yang mana? pilih aja"
secepat kilat kau menyambar sebungkus rokok menthol dan membayarnya, menyerobot antrian ku.
"mas, udah belom"
"iya bentar" sahutmu sumringah dengan senyum manis itu.
lalu beranjak pergi merangkul gadis yang sedari tadi menunggu di luar minimarket, nampak penuh kasih sayang dengan isengnya mencubit pipi si gadis, tertawa bersama di tengah guyur hujan. aku diam, terpaku. lalu dengan cepat tersadar dan menyodorkan beberapa lembar dua ribuan pada penjaga kasir.
aku keluar, keluar dari minimarket itu dengan perasaan sesak, seperti memendam berbatu amarah dalam hati. tidak mungkin aku pulang dalam keadaan penuh dendam begini, mungkin cafe di sebelah minimarket ini bisa menghilangkan sedikit gundah ku.
"Maura, kemana? masih ujan nih"
"eh Mas, mau ke sebelah, nunggu hujan reda,kenapa?"
"aku temenin ya?"
diam, aku terdiam sesaat, hening.
"gak ngerepotin?"
"enggak, lagian masih ujan kok. nanti aku anterin pulang deh, mumpung aku bawa motor"
"lah.. kok makin ngerepotin.. aku naik angkot saja.."
"ayo deh, gak usah sungkan gitu" sahutnya ceria sambil menggamit tanganku menuju cafe itu.
selamat datang cinta.
maaf aku pinjam judul lagunya.
Komentar
Posting Komentar