Langsung ke konten utama

tepar

jalan seharian. betapa bodohnya aku.
bukan jalan gitu eeeh, naik sepeda motor sih. pengennya naik sepeda tapi yang laen gak naek sepeda ya males sendirian :O
aku kangen dimana aku tidak perlu susah-susah belajar motor. emboh kenopo aku wedi karo barang iku. tapi seneng lek digonceng, opo maneh sing nggonceng her.
tadi sebenernya cuma ke rampal sih gak jelas mau ngapain, lumayan lah intinya ada gerakan meski dikit-dikit daripada ngebo di rumah. gila ya edo telfon jam 5 cuma mau tanya, 'mich sido melok a' gendeng. sek turu iku.
pas aku belom ganti edo udah di rumah naruh sepeda yang stang nya entah kenapa itu, tak kira nunggu, eh malah ditinggal aku. yaudah akhirnya dianter ke rampal, gak lucu ngertia koyok mengejar mas-mas ngono ceritane.
aku diajarin basket sama dimmie, aku tetep gak bisa.
abis itu ke rumahku, aku ganti baju trus ke sunday market ._. kesana gak ngapa-ngapain sih, trus muter-muter malang. gak lucu. oke.
trus pulang dulu anak-anak entah ngapain, aku dari pagi itu gak mandi lowch rweq, tapi aku harum kok, aku gitu. keliling terooooos.
ke matos akhirnya, abis itu ya udah. yang bikin lama dan capek itu bukan jalannya tapi tunggu-tungguannya.
sampe sekarang aku cuma bisa pose di atas motor, aku gak berani.
eh masku ulang tahun lowch. celamat ulang tahun eapz :3
mas kalo mau nraktir aku minta sop iga nya warung subuh ya, toh bukan mas juga yang mbayar.
sekian. *tidur*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...