jemariku yang gemetar perlahan namun pasti mulai menekan tombol-tombol di keyboard laptop lama ini. mencoba mencurahkan beberapa titik problema yang teronggok manja di sudut yang terlupa. bahuku yang atletis kini terguncang makin keras. aku tak pernah bisa menang kan?
aku akan selalu ingat seberapa bahagianya aku melihatmu gembira, tertawa lepas, meski ketika pulang aku menghela napas panjang, dan kembali tergugu. sama seperti entah beberapa hari yang lalu. sungguh aku tidak berharap lagi ada di sana, bahkan meski hanya sekelebat, aku ingin aku ada di otak bukan di hati. aku ingin tiap kau melihatku bukan lagi setan kecil pengganggu, namun teman terbaik yang tak ingin ia sakiti.
aku memang tidak pernah bisa menang kan? bahkan bila aku telah bukan lagi aku. meski aku telah 180 derajat berubah dari hidupku, aku tetap aku kan? kalau memang kau tidak mungkin kembali jangan pernah mampir walau hanya sedetik. karena sedetik bagiku adalah seribu satu harapan yang tak pernah terwujud.
"kriyet.. kriyet.. kriyet.."
gesek roda sepeda ku yang digenjot pelan sambil melamun mulai membentuk alun melodi yang melatarbelakangi kegalauan ini. desir angin menerpa poniku, membelainya manja meski massa nya telah bertambah karena adanya beban dari keringat yang mengucur sedari tadi, menitik satu demi satu, dari pelipis menuju ke dagu.
aku ke sekolah, sesore ini. ketika aku yakin tidak ada lagi orang yang ada disana, hanya kau. mungkin.
rindu, aku merindukan sore itu, ketika hujan mulai turun namun aku tetap duduk disitu seakan tak peduli pada gelegar petir yang menggema. melihatmu berbasah dengan ring yang lesu, tak berhenti mencetak angka demi angka yang kau hitung sendiri dalam benakmu.
guntur mulai menghalangi niatku, tidak. yang aku inginkan hanya memandangmu kan? aku yakin perbuatanku tidak salah. rintik mulai turun perlahan, beradu dengan keringatku.
pagar sekolah masih terbuka lebar, beruntung. kau masih disana dengan jersey basketmu yang telah lepek karena derasnya rintik dan kelenjar keringatmu yang produktif.
dua poin, dua poin, lima kali berturut-turut, aku bermimpi suatu saat aku bisa ada dalam rengkuhmu untuk mencetak dua poin ku yang pertama, kamu tahu kan mas? aku tidak pernah bisa berhasil dalam bidangmu itu.
kita tidak saling mengenal, hanya saling curi pandang, itupun bila ia tak disampingku. aku tahu mas, entah aku terlalu gede rasa atau memang itu nyata, aku merasa kau beberapa kali memerhatikanku. kau tahu aku kan?
aku tak mencoba menghindar, malah membiarkan hujan mengguyur, memasuki tiap pori-pori di tubuhku, mengguyur terus dan terus.
hujan mulai reda ketika kau bergegas merapikan barang-barangmu lalu pergi dengan suara motor yang menderu, serta aku, menggenjot sepeda sambil tersenyum.
kau tahu? bersamaan dengan tercetaknya poin mu sedari tadi, poin cintaku bertambah. memaksaku pergi dari dia yang rela menunggu begitu lama..
aku ke sekolah, sesore ini. ketika aku yakin tidak ada lagi orang yang ada disana, hanya kau. mungkin.
rindu, aku merindukan sore itu, ketika hujan mulai turun namun aku tetap duduk disitu seakan tak peduli pada gelegar petir yang menggema. melihatmu berbasah dengan ring yang lesu, tak berhenti mencetak angka demi angka yang kau hitung sendiri dalam benakmu.
guntur mulai menghalangi niatku, tidak. yang aku inginkan hanya memandangmu kan? aku yakin perbuatanku tidak salah. rintik mulai turun perlahan, beradu dengan keringatku.
pagar sekolah masih terbuka lebar, beruntung. kau masih disana dengan jersey basketmu yang telah lepek karena derasnya rintik dan kelenjar keringatmu yang produktif.
dua poin, dua poin, lima kali berturut-turut, aku bermimpi suatu saat aku bisa ada dalam rengkuhmu untuk mencetak dua poin ku yang pertama, kamu tahu kan mas? aku tidak pernah bisa berhasil dalam bidangmu itu.
kita tidak saling mengenal, hanya saling curi pandang, itupun bila ia tak disampingku. aku tahu mas, entah aku terlalu gede rasa atau memang itu nyata, aku merasa kau beberapa kali memerhatikanku. kau tahu aku kan?
aku tak mencoba menghindar, malah membiarkan hujan mengguyur, memasuki tiap pori-pori di tubuhku, mengguyur terus dan terus.
hujan mulai reda ketika kau bergegas merapikan barang-barangmu lalu pergi dengan suara motor yang menderu, serta aku, menggenjot sepeda sambil tersenyum.
kau tahu? bersamaan dengan tercetaknya poin mu sedari tadi, poin cintaku bertambah. memaksaku pergi dari dia yang rela menunggu begitu lama..
that feelings still on there *nunjukhati
BalasHapushatimu di permukaan kulit syah?
BalasHapus