Langsung ke konten utama

pinaaat coklaaat

ihihihiw. alah mich lapo ngguyu ih nggilani munafik beyut. inget gak terakhir kali pake kata beyudthz kapan? hahaha. dulu pas jaman nya masih kelas 7, masih awal pake blog dan baru gaul. sekarang gaul? ah nggak juga wong aku bukan sapa-sapa katanya, wong aku gak pernah direwes gitunyaaa :O mina juga nyaaa.
pokonyaaa. poko nya yang biasanya di space toon itu lo rek,blablabla mantranya trus nyaaa. pokonyaaa. pokonya apa pokonyang sih? entah lah. bukan itu yang mau tak ceritain-_-
ini hari rabo kan ya? iya hihi rompi nya roet udah jadi. saking kerennya masku pengen pinjem he plis.
inget gak sih yang aku cerita fina jadi sering sedih sering nangis soalnya di cuekin itu, pertama aku mikir, 'wes talah beh mbok pikir i ae' tapi yo lek biasa gak dikacangi emang jadi gitu kalo di kacaaaaang.
ini maksudku bukan berjalan ke belakang, tapi semenjak aku single ancen kabeh podo ngono kan.
satu persatu perlahan-lahan lalu pergi menghilang layaknya bulir pasir dalam tugas saringan air ku. LAK NGONO A. duh intelek nemen basane rawr.
bagas udah jadian sama sasa. she's being the first loh ;)
trus apalagi ya? oh yeah, ini nih, manusia satu ini yang setahun lalu udah sholat tobat mungkin ya, he get the crap on his face, much. gondok abis pasti.
tadi aja di sms sedikit udah marahnya segudang, patient.. patient.. husni don't cry.. husni don't cry.. opo rek iki kok ngene, cintalora-_-
ini kata sandi sih sebenernya kalo lagi dikacangin pasti, 'pinaaat coklaaat' paporiiiiit.
kenapa paporit? gampang diucapin dan SERING.
duh berharap fina baca posting ini lah yaw. mina ada temennya kok minaa minaa cabals :3
aku mau cerita deh di posting berikutnya (lalu yang di atas ini apa)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...