Langsung ke konten utama

baik-baik disana ya

mbek, moo, baik-baik ya disana. karena kamu udah mau dibunuh aku jadi makan enak loh.
nggak makan seberapa banyak sih, cuma ya.. biasa lah, nasi briani, gule, itupun dikit. enek ah ya ampun muaaaal.
ihihiw. ada yang lagi seneng eapz. sapa eaaaa. miiiich.
sek, mau cerita. hari sabtu kemaren ke pak seno, hujan deres, sampe pak seno malah mati lampu, elaaah, ngapain dateng cobaaa, trus sama pak seno disuruh pulang, udah sms hermawan, eeeeeh lampunya nyala, krik. yaudah deh, listen dua kali. mas raksen dateng, balikin kuncitkuuuuuu. dia dateng bersama mas kresna yang-dulu-mau-minjemin-motor-tapi-gak-jadi itu dan.. ehm, mas anton.
akhirnya aku dijemput hermawan ya, trus ke rumahnya dede, trus gimana sih? oh ke cinemax, nungguin anak-anak. jadi sekarang ngerti deh kenapa aku gak boleh benci cowok suka bola, karena bola itu hidupnya cowok kan :3 unyu deh nonton mereka main bola meski gak ngerti aturannya ya. guyon sebel jadi satu. hihi.
waktu nungguin aku laper jadi aku sama revy ke bakso eky dibayarin edo, enggak sih, cuma dompetnya doang, orangnya jadi bola eh.. main bola. apa sih bedanya futsal sama main bola? intinya kan ada bolanyaaa.
eh pukis makin gedhe ya. enak diglundungin tuh.
kenapa sih dengan sepeda motornya hermawan? anak-anak itu maruk knalpot ya. AKU JADI GAK PULANG-PULANG. jadi knalpotnya hermawan itu yang treng teng teng teng itu lowch. mosok pukis kate ganti knalpot ngono-_-plis.
sebenernya aku gak seneng sama knalpot nya hermawan yang kayak gitu, bapakku moreng-moreeeng iku rweq.
trus pulangnya ke cbezt dibeliin hermawan sundae favoritnya dede :3 trus nganterin edo ke dirgantara, daaaaan sampe deket rumahnya edo.. ya gitu deh. plis rek, aku capek aku capek ngetik namanyaaa dari tadiii.. aku tau aku tau tapi pehliiis, <--- kesambet edo. alah masa' gak ngerti :O
ngerti gaaaaaak :D hihiw

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...