Langsung ke konten utama

perang dingin

dari dulu sih ngerti ya kira-kira gimana kejadiannya perang dingin itu, tapi baru ngerasain kemaren hihi. kalo perang dinginnya sama cewek ato sama siapaaah gitu ya, pasti nyesek banget lah aku, sayangnya ini sama deeeeeery. jadi biasa aja soalnya juga banyak yang nyindir kan?
jadi gini lo cemanceman, aku ini sungguh jahat cekayiii, mich ini jahat cekayiiii, soalnya mich ini bikin dery cakit hati cemanceman. hahahaha. wes, kemaren putus sama dery, padahal seminggu lagi udah sebulan kan ya. alesannya tetep. bagas bagas bagas.
kemaren sebenernya diundang ke itutuuuuh, ulang taunnya dimmie, tapi aku gak ngerti tempatnya dimana jadi gak dateng haha, enteng banget. tapi wes tak dungakno kok dim. kayaknya seru deh, sayang sekali gak dateng, abis juga gimana, ayah juga baru dateng kan dari jakarta, jadi kemaren itu ke gang jangkrik deh sama ayah. eh gila ya sabtu-minggu itu sepanjang jalan soekarno hatta itu rame pisaaaan, semacem tempat gaul anak malang. pokoknya hari itu mengamati jalan raya deh kira-kira dimana tempat gaul anak malang. kesimpulannya, semua tempat di malang adalah tempat nongkrong anak gaul. itu semacem acara mich belajar gaul.
trus apa lagi ya? oh iya, statistik blog, gak nambah blas-_- makin jarang posting sih mich. ya abis gimana, kayaknya emang aku terlalu asik dengan dunia nyata, soalnya di dunia nyata itu enak, mau ngomong tinggal ngomong gausah pake nancepin modem trus buka google chrome atau mozilla.
segitu aja ya? mau menikmati lagi kegiatan dunia nyata ku ;)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...