Langsung ke konten utama

mich lagi capek cemanceman

ya ngakunya di mulut capek. capek hati juga sih.
tadi aku nangis loh cemanceman, soalnya aku gak bisa bikin tabel gradien yang metode grafik trus pas tanya ke dua orang di depan juga gak di rewes jadi aku nanges. aku capek pas mat soalnya bu yanti lagi suka marahmarah. tadi aku abis lari 12 menit muterin lapangan basket, kata hermawan kalo dapet 15 putaran aku dikasih bengbeng, ternyata dia boong, hermawan jahat cekayi cemanceman.
pulang halokes aku ke mog nemenin cemanceman tercinta masuk rumah hantu, tapi aku gak masuk. aku ngaplo. aku capek lo cemanceman.
pas mau pulang nungguin pukis disusul deryan jadi lama, aku nyesel nunggu pukis soalnya pukis jahat sama aku.
aku sampe rumah pas magrib trus ngrebut kamar mandi yang mau dipake masku.
ini aku baru selese mandi.
harusnya aku abis ini berangkat lagi sama aswin dimmie dan kawankawan tapi aku gak ngerti mau disusul siapa. jadi aku njamur di rumah. aku mau maen kucing di rumahnya hermawan tapi dia gak nyusul-nyusul.
ini malem minggu tapi aku justru gak maen kayak hari-hari lain yang sampe malem. aku pengen. kenapa? males di rumah. tapi lagi capek juga.
minta doanya buat revy pia dan mas mbak xp yang lagi lomba buat hari pajak ya. aku gak bisa nonton soalnya gak ada yang nganterin.
dada. aku ngaplo duyu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...