Langsung ke konten utama

holicit.

kembali tersihir dalam alunan "antologi rasa" nya tante ika natassa. metropolis. cuma itu. gak ada ungkapan lain, entah kenapa cerita disitu itu udah dapet realisasi di kehidupanku, ya cuma ada beberapa lah yaw yang diedit, gak mungkin juga kan ada "hal itu" di hidupku. kan aku anak baik-baiiiiik :O
kenapa baca antologi rasa sehari abis baca buku mat satu halaman gak faham-faham. eaaaaaa mat lagiiii. pada akhirnya aku bisa lah ngerjain dikit-dikit "dengan caraku sendiri" lihat betapa cerdasnya aku pak.. buuuk.. aku ini penulis profesional ketika ujian sudah dimulai, lihat bagaimana caraku mengarang jawaban. gak ding, nyontek sih iya, tapi itu bentuk kreatifitas loh rek haha.
apa sih ya.. oh tadi, tadi uts pertama, mat sama pkn. kan sama anak kela 7 ya. sekelas sama dek athar idolaku itu loh rek. yang mirip bagas yang unyu maksimal. dek athar itu tueges gitu. tapi masih ada hawa-hawa anak min nya ya ._.
apalagi? itu aja lah yaw. matematika dengan sebagian menyontek dan pkn dengan rasa nasionalisme. liat aja ntar gimana hasilnya. ada sih cerita. gak kalah peanut butter juga dari algebraic. sejak dulu emang aku lebih ngerasa nyaman temenan sama cowok, cewek itu kadang menusuk dari belakang, terlalu sibuk gencet menggencet sedangkan cowok, mereka itu simpel. dan sebenernya semua temen cewek yang gak tahan dan berakhir nyindir aku sebagai bitch itu manusia kurang keras mental. aku temenan sama banyak cowok bukan berarti aku suka semuanya. virza, fina, aku gak seneng dery karo hermawan. karena kamu nggak bisa se rock diriku, so block saja, bye. perlu gak sih bikin janji ngelabrak? oh enggak ya. lagian siapa lagi yang mau ngelabrak kamu selain aku. kan kamu anak emas sekolah ku eeeeh :3
aku cuma cewek bangsat yang gak bisa melewatkan tiap hari tanpa kata cok dan kalo gak bisa memaklumi gak usah deket aku, nanti kuping suci mu bisa berdarah saking muaknya dengan suaraku.
AKU ELEK DAN AKU BANGGA ATAS ELEKKU.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...