Langsung ke konten utama

cerita hari ini

sebenernya biasa lah yaw, tapi agak beda juga. poniku kan abis dipotong jadi geer hari ini banyak yang ngomong imut, masa' didi bilang dari jendela, 'kon mari cukuran yo?' di, seragamku bukan celana ya.
buang sial plus ganti suasana jadi sekarang kan bukan mich yang keliatan dewasa malah mich yang keliatan makin imut eh salah, makin childish. tapi maleh enak kan, awet muda. yek.
eh iya aku mau cerita ini tapi yang tak sebut jangan tersinggung ya plis :O
aku ngerti aku yang berubah aku maleh diem *eh masak* tapi kok aku ngerasa dikacangin ya cemanceman, kayak diobat-nyamuk-bakarin gitu. yang dibakar aja enggak. kayak biasanya aku ngomong itu lo. aneh aja rasanya rek kalo istirahat kamu malah gandengan sama pacar masing-masing dan aku ngobrol galau ambek firyal, kasian firyal tiap hari mbela-mbelain ngomong ngeyel buat ngeyakinin aku rek.
tapi ya gak papa sih ya, emang aku yang salah kok ;)
ini kenapa ya aku inget Tuhan kalo pas perlu thok?
eh di global ada asterix obelix cleopatra rek, iklan e lucu haha. kok nyelimur mich.
aku pengen bisa jadi tempat curhat kalian sambil ketawa, bercanda bareng. aku sadar aku salah tapi aku gak bisa hidup tanpa kalian rek *melow ala genon* gak rek serius iki anggepen serius-_-
emang kok mich gak bisa ngehargain orang emang bis goblok kok gak bersyukur punya temen kayak kalian, ini emang balesannya Tuhan buat mich soalnya mich udah jahat sama kalian :3 maaf ya cemanceman *matik*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...