Langsung ke konten utama

twitterku sayang twitterku malang.

masalahnya gini, harusnya aku kan kalo online tab yang pertama dibuka itu isinya pasti tuiter, bodohnyaaaaaaaa entah kenapa tuiterku ini gak bisa dibuka lewat laptop, maksudku tuiternya bukan account ku. agak setres ya, semacem ketergantungan gitu deh, kayak narkoba ya o.O
oh iya kemaren itu yang posting gak penting itu .. udah deh gausah dibahas, merasa bersalah aku.
sebenernya aku gak .. halah wes. bingung ngomongno iku. gausah diomongno. sumpek kaaah.
padahal sing mulai ngomongno lak awakmu dhewe se mich, hahahahaha.
agak gila pokoknya gak ada tuiter huhuhu. terpaksa harus pake bb nya ayah yang kadang suka hang trus abis itu dicharge, dipake, hang, dicharge, gitu terus, lah iya kalo gak ada acara, kalo ada? ribet banget.
pengen wafel iniiiih, wafel yang pake ice cream vanilla, dimana ya adaaaa?
oh iya daritadi malem kebayang anak yang satu itu tuuuuuh, gimana kabarnya ya sekarang, sampe ketemu kelas 9 deh :3 sebenernya kangen, mau ngajak jalan, tapi kayaknya dia masih mudik, ya ntar kalo kelas 9 ketemu lagi deh kita jalan yaaaa. ya walopun pikiran kita sama-sama tidak bisa dikontrol, hahaha. mulutku juga sih -.- anaknya baca blogku gak ya.. kalo gak baca aku mau bilang dia jack #eh.
ojok dikandakno wonge pehlis, pedene nambah iku mengko-_-
hari ini ngereblog gambar sama tulisan yang HWAHAHAHAHAHAHAHA yah, kalau saya mulai begini anda tahu sendiri apa yang saya perbuat hahahahahaha. kan mumpung udah gak puasa :O
nanti ada rencana ke rumahnya dora bareng revy yeeee. tapi sekarang belum mandi akunya ._.
ya weslah aku mandi dulu *pasti masih lama mandinya*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...