Langsung ke konten utama

mbaknya lagi males posting

bukan sih sebenernya, ada banget keinginan buat posting kemaren-kemaren itu, cuma itu lah.. waktunya bayar modem tapi bentrok sama bayar servis sepeda motornya masku yang entah udah sebobrok apa. jadilah agak molor dikit pembayaran modem satu ini. padahal modem ini kesayanganku banget, terpaksa pake modemnya ayah yang lumayan lemot, padahal katanya "i hate slow" loh. mungkin kurang sinyal aja kali ya. ya sama aja tapi, nyusahin juga. ya aku udah addict banget sih sama social media, bahkan lebih dari addict ya.. apa sih namanya?
cehalian betmut dah pokoknya, pengennya nonton turnamen basket nya raka difandyas bagas amrulsyah hadi tapi gak jadi soalnya ya itu lah, duit tinggal sepuluh ribu -.- gitu aja tadi bilangnya ada band. di studio ya sama sih, cuma diem, males nyanyi, ditambah anu tadi males nemen. anu anu apa hayo nuuuu.. gak, biasa, arek betmut lak ngene a.
kemaren seharian gak onlen ada yang nanyain lowch :3 kemaren berenang sih, jadi gak onlen, lagian modem lemot gitu kan jadi males juga. akhirnyaaaaaaa hari ini dibayar juga nih, tadi abis band liat bagas sepakboyaaa, unyu ya, liat kakinya sendiri aja kayaknya ketutupan perut hahahahahahaha, eh enggak gas bercanda haha. tapi serius tah aswin iku apik jiwane, konco sektas kenal paling apik yo aswin ikuhhhhhh.
jadi inget ya beberapa bulan yang lalu mantengin lapangan basket karena... eh mich, kok itu lagiiiiiiii. nama itu ya, disebut terus tuh sama pak seno, kayak seakan-akan aku gak punya hidup lain eeeh.
segini aja ya? ada kerjaan nih ;)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...