'ini dimana sih dek kamu itu duuuuh, bunda ini nunggu dari tadi kamu gak pulang-pulaaaang, mana gak bawa kunciiiiii' teriak bunda via telfon ketika kami keluar dari bioskop. kegiatan favorit kami memang menonton di bioskop, kebetulan banyak film indonesia yang jauh dari hantu paha dada dan sebagainya itu. meskipun begitu. tetap saja, kami lebih tertarik pada film barat yang waktu itu sempat diberhentikan sementara.
hari ini kami menonton film barat soal kurcaci atau entah itu makhluk apa. setidaknya cukup lah untuk meredakan syaraf ku yang terlalu kaku seminggu ini. sayangnya mungkin syaraf ini akan kembali menegang karena amarah bunda setiba aku di rumah. bukan, pasti bukan karena aku pulang malam.
bunda adalah seorang sutradara, aku terbiasa ada di rumah bersama bunda, ayah sering pulang pagi dan selalu membawakanku baju baru, namun yang aku suka, ayah tak pernah melewatkan sarapan kami. bisa dibilang ayah hampir tidak pernah tidur, mungkin iya ketika aku masih di sekolah, mana aku tahu, aku kan sedang di sekolah. ayahku biasa ada di kantor hingga fajar menjelang mendesain baju-baju untuk dipamerkan di atas catwalk. terkadang bahkan rumah kami kosong karena aku akan ikut ke lokasi bunda bekerja dan ayah tidak akan pulang kecuali memang sedang tidak ada peragaan busana bulan itu.
nyatanya. kedua orangtuaku tidak memiliki anak yang bisa memakai baju bagus dan berakting di sebuah film. aku, lebih terkesan tomboy dan ceplas-ceplos, lebih suka dengan jeans belel beserta kemeja kusam milik ayah yang katanya sudah tidak jaman lagi itu. dia ini, namanya Gek, manusia sejenis adam yang diturunkan dari surga karena memakan buah antah berantah itu. satu-satunya laki-laki yang menerima ku dengan rambut acak-acakan dan penampilan nyentrik, dan parahnya lagi ia termasuk laki-laki incaran setiap wanita di sekolahku dengan badan atletis tegap tinggi dan kulit seputih porselen, bedanya ia justru sangat kokoh, tak serapuh porselem yang terketuk sedikit bisa pecah setubuh. ia atlet futbol di sekolahku, american football. tidak. aku bukan cheerleaders yang biasa ada di pinggir lapangan menyemangatinya. aku hanya bisa menunjukkan potret dirinya dalam aksi macho dambaan semua wanita itu. aduh sudahlah, yah.. setidaknya aku cukup yakin dengannya.
lampu tamanku tidak menyala, pasti bunda lupa menyalakan lagi. ia terlalu sibuk mengedit film nya, menonton ulang, mengedit lagi, kegiatan yang selalu kuhafalkan. aku memencet bel di samping pagar, Gek masih di sampingku, menunggu bunda membukakan pintu. 'eh Gek, masuk dulu yuk cyiiiin' seru ayah dengan gaya melambainya, aku hanya tersenyum. mungkin bunda sudah tidur, ayah tidak membukakan pagar, hanya berdiri di depan pintu. aku, meloncat pagar yang entah disadari ayah entah tidak. Gek pamit pulang, pergi mengendarai mobilnya menjauhi rumah kami. ayah masih di depan, mungkin belum mengerti aku sudah di dalam membuatkan coklat panas untuknya, untung aku memanggilnya keras-keras. bunda terbangun. menyemprotku habis-habisan karena lupa membaca kunci. dua manusia ini sungguh berbeda, ayah malah sibuk dengan coklat panas dan kertas sketsa sambil cekikikan kecil dengan seorang di telefon sementara bunda uring-uringan karena harus terjaga, apalagi kalau bukan membukakan pagar untukku. pulang malam? ayah tidak pernah keberatan, apalagi bunda. karena mereka pasti tahu akan pergi kemana aku. kemana lagi kalau bukan ke tempat dimana aku bisa menonton film bunda dan menyaksikan aktrisnya dalam balutan busana rancangan ayah. bioskop 'kesayangan anda'.
lampu tamanku tidak menyala, pasti bunda lupa menyalakan lagi. ia terlalu sibuk mengedit film nya, menonton ulang, mengedit lagi, kegiatan yang selalu kuhafalkan. aku memencet bel di samping pagar, Gek masih di sampingku, menunggu bunda membukakan pintu. 'eh Gek, masuk dulu yuk cyiiiin' seru ayah dengan gaya melambainya, aku hanya tersenyum. mungkin bunda sudah tidur, ayah tidak membukakan pagar, hanya berdiri di depan pintu. aku, meloncat pagar yang entah disadari ayah entah tidak. Gek pamit pulang, pergi mengendarai mobilnya menjauhi rumah kami. ayah masih di depan, mungkin belum mengerti aku sudah di dalam membuatkan coklat panas untuknya, untung aku memanggilnya keras-keras. bunda terbangun. menyemprotku habis-habisan karena lupa membaca kunci. dua manusia ini sungguh berbeda, ayah malah sibuk dengan coklat panas dan kertas sketsa sambil cekikikan kecil dengan seorang di telefon sementara bunda uring-uringan karena harus terjaga, apalagi kalau bukan membukakan pagar untukku. pulang malam? ayah tidak pernah keberatan, apalagi bunda. karena mereka pasti tahu akan pergi kemana aku. kemana lagi kalau bukan ke tempat dimana aku bisa menonton film bunda dan menyaksikan aktrisnya dalam balutan busana rancangan ayah. bioskop 'kesayangan anda'.
Komentar
Posting Komentar