Langsung ke konten utama

bedak kecil.

aku dan dia. bagai harmoni dua dunia, berjalan, beriringan, bergandeng tangan, saling tertawa lepas. satu-satunya alasanku ada disini adalah buku pendidikan kewarganegaraan kami yang minta dibebaskan dari belenggu debu toko buku kecil di bedak-bedak lawas dimana tertidur seorang renta dengan rahang yang tak lagi kokoh, ditemani dua cangkir kopi yang rupanya telah 'bocor' sedari tadi, nyatanya kandungan kafein sudah tidak bisa lagi diterima tubuh itu. entah sudah berapa lamakah, mungkin sepuluh tahunan ia menerima pasokan kafein berlebih di tubuhnya tiap hari. kebal. kantuk tak bisa ditipu.
ia pacarku, tidak, kami bukan sepasang anak muda malu-malu. dia satu-satunya pria yang membuatku nyaman di dekatnya, bisa kita ganti dengan laki-laki? ia terlalu muda untuk kata 'pria'. ia yang menerimaku dengan kaus oblong, celana pendek dan rambut acak-acakan. setia menunggu di depan rumahku meski aku tak jua membukakan pintu, menyayangi ku setulus hati meski aku suka malas mandi. pahlawan? bisa juga. sahabat? lebih, lebih, lebih, ia mengerti aku sekali.
ibuku mengenalnya, siapa yang suka mengantarku pulang malam-malam ketika kakakku tidak bisa menjemput, pasti temanku yang satu itu, semua keluargaku, bahkan keluarga besarku, mungkin mengenalnya. pertanyaan 'kamu sudah punya pacar' di acara kumpul keluarga mungkin sudah menjadi kegiatan wajib bukan? yah, kakakku berkata ia pernah melihatku di jok belakang sebuah motor dengan laki-laki di jok depan memegang stang disertai senyum jahil yang khas. jarang. ini momen jarang dimana ibuku membela harga diri anak perempuannya yang selangit ini dengan kata-kata, 'dia itu sahabatnya adek, aku kenal' ibu, waktu kau mengatakan ia sahabatku, itu sangat benar sekali, sekarang ia 'sahabat dekat' ku.
kami menyusuri toko demi toko, menanyakan buku pendidikan kewarganegaraan sialan itu, yah kami butuh satu untuk dipinjamkan satu sama lain, guru itu terlalu cepat menjelaskan dan kurang bisa dicerna otakku yang pas-pasan, juga otaknya, entah, aku selalu berpikiran otakku bukan mencerna lambat namun terlalu berat di kanan.
tinggal bedak itu, bedak paling kecil, bedak pertama yang kulihat tadi, kini di sebelah renta yang rahangnya tak lagi kokoh itu, dan dua gelas dengan ampas kopi yang tertinggal telah dalam rengkuhan seorang wanita baya dengan potongan tegas meski tanpa alis palsu dan emas berlimpah. sederhana. ia hanya mengenakan kain batik sebagai bawahan dan kebaya rumahan, dilengkapi sanggul yang agak berantakan, ia mengipaskan mungkin handuk basah pada tubuhnya yang telah kurus kering, juga tubuh suaminya yang tertidur pulas, ia kurus kering, kulitnya nampak terlalu lama terbakar matahari, namun sinar mata bahagianya sangat terlihat, ia memeluk suaminya, mengelus punggung yang membungkuk di tumpukan buku yang mungkin belum sempat dibersihkan, bermandi peluh.. nenek itu, mengelap peluh yang sebesar biji jagung di kening suaminya, tersenyum manis, tipis, dan kembali pada kegiatan awal, mengelus punggung suaminya sambil mengipaskan handuk basah.
kami memulai pencarian buku pendidikan kewarganegaraan itu, lagi. 'bu, cari buku PKn buat kelas 8, ada?' tanyanya lembut, takut membangunkan suami si ibu. 'oh ada nak, ini, kebetulan tinggal satu' kata wanita paruh baya tadi sambil memberikan sebuah buku agak tebal. kami terlalu kasihan untuk menawarnya, dua puluh tujuh ribu rupiah untuk buku dengan ilmu berlimpah yang bahkan halamannya masih sempurna, tanpa cacat. sementara teman kami membelinya seharga lima puluh ribu, ibu ini memberikan pada kami seharga.. yah, yang tadi. tiga puluh ribu rupiah kami berikan, si dia ini, yang ada di genggaman tanganku, menolak kembalian dari sang ibu bagai mengerti apa yang ada di pikiran ku. 
'nak, belajar yang rajin ya, kalau perlu buku kesini saja, yang langgeng..'
serunya sambil melambaikan tangan ketika punggung kami mulai menjauh.
----------------------------------------------------------------------------
ini posting buat dery yang selama ini berkorban buat aku. trus tadi aku ke wilis sama ayahku, nanti rabu kita mau ke wilis cari buku PKn soalnya aku sama dia gak ngedengerin apa yang diomongin pak sofa. dery tadi ke rumahku tapi tak lewatin soalnya aku nganter ibuk ku ke salon. ini sebagian cuma khayalanku tapi ada yang nyata. kasihan dery tadi makan sendirian di roker, yang sabar ya.. trus abis dari roker dia dateng ke rumahku, aku maunya ngajak dery jalan tapi kasian dia nanti dimarahin, akhirnya aku cuma kasih bantal yang dikasih dery ke aku biar dibawa pulang dery terus dibawa tidur, jadi nanti kalo aku bawa tidur ada baunya dery :3
dery deryyyy nanti kita foto ya dery yaaaa. aku seneng soalnya cowok yang bikin aku nyaman sama dia cuma dery, dery bikin aku nganggep pacaran itu gak cuma buat romantis-romantisan yang menye-menye tapi juga seru-seruan sambil ketawa lepas. cuma dery yang nerima aku ketawa ngakak sampe ngiler, cuma dery yang terima aku bangun siang sambil mecucu terus gak mandi-mandi. cuma deryyyyyyyyy. makasih ya dery.

DERYAN ANGGER PRATAMA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...