Langsung ke konten utama

8 september 2011

ini hari ulang tahunnya sasa, itu temenku SD, sampe sekarang sasa masih pendek #eh. gak nyangka ya anak kayak sasa ikut pramuka gituh. trus juga sasa itu satu-satunya dari SD ku yang masuk smp3 reguler, ya gimana mau gak reguler, matnya 10. kapan ya aku gitu :O
ya tadi sempet anu ya.. APA ANU. salam-salaman sama guru satu sekolah, nyalami thok aja capek ya ternyata. itu yang disalamin tangannya gimana gak berperahu.
hari pertama masuk sekolah ya, banyak guyon, jadi kalo misalnya ada sesuatu yang gak terlalu lucu aku jadi nguakak, yah terlalu lama diam mungkin ._.
mulai kembali menjalankan aktifitas sebagai SAYA KETUA DISINI itu unyu banget. tapi kelas kuotor, udah nyapu, diinjek lagi, pehlis.. kesel rek..
DORA PAGI-PAGI NGAJAK RIBUT ih masa' helm yang waktu itu sama dora dibawa, ya ampun dor, aku mau ambil di rumahmu lo dor :( tega kah dora iku, porek aku sesok. *lek tahan*
serius iku helm e masku bukan helm ku, kepaksa soalnya revy gak bawa helm. DORA JAHAT YA CEMANCEMAAAN :3
kalo dora bawa sepatu basket yang talinya kuning sepatunya tak semprot pilok warna norak ceman-ceman. oh iya tadi mulai teh tarik an lagi, tapi tadi masih dibayarin mas adit sih, jarang banget yaaaa, mumpung dateng :3
aaaaaaa deryyyyyyyyy, pejeeeeeeeee.
hahahaha. iya deh kalo gak ngerti ceritanya besok-besok aku ceritain.
keliatan gak? kekecilan ya ._.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...