Langsung ke konten utama

vulgar.

gak ngerti ya kenapa, tapi beberapa hari ini suka banget ngelampiasin amarah atau perasaan pake prosa dan cerpen, pokoknya karya sastra deh. trus juga suka pake kata entah gitu, berasa pasrah pol. sebenernya aku mau lah ya jadi kayak dora atau siapa orang yang punya blog dan mereka curhatnya blak-blakan. mau sebut nama kek apa kek ituh, terserah, iya sih aku sebut nama buanyak disini kan? maksudku itu gimana ya .. gak perlu mikir gitu lo kalo mau ngomong soal orang itu disini plus kejelekannya, tapi ya gimana. aku takut seluruh dunia tau juga. mulutmu harimaumu, anggep aja blogku ini mulut kedua ku. mulut satu aja susah jaganya apalagi dua. astaga.
berusaha sih biar gak terlalu vulgar gitu, padahal kalo aslinya aku orang blak-blakan banget. emiich kamu akan menjadi orang yang blak-blakan. enggak ding gak gitu, tapi aku males aja nanti kalo terlalu vulgar trus malah bikin masalah, udah banyak masalah nambah-nambahin ajeee. tapi kalo gak vulgar gak ada yang diceritain *langsung galau* intinya gitu sih. itu aja. kata dora anu .. isi blogku mblakrak. namanya juga bajingan, kapan sih bajingan gak mblakrak.
oh iya, ada ya yang ngrasani? terserah. aku dhewe sakjane yo kepekso. ngerti. arek-arek iku mangan dhewe dan aku poso. sebener e aku yo dikongon merono ambek dhe.e tapi aku males engkok malah diiming-imingi lek gak ngono melok galau. mending aku ndek kono kan? lagian aku gak lapo-lapo dan gak onok opo-opo. wes. segitu ae penjelasan e. bingung. daripada golek masalah maneh.
sampe kapan ae lek gak ada laki-laki lain aku sayang pamungkas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...