Langsung ke konten utama

iseng berhadiah

ini gak berhadiah sih namanya.
jadi gini lo, aku iseng gitu bikin tweet kalo aku gamau sekolah di SMA TN.
soalnya tadi ada PBB, peraturan baris berbaris yang bikin aku setengah mati pengen pura-pura ketiduran sambil berdiri. akhirnya abis istirahat aku bolos :p eh lanjut ceritanya.
jadi aku ngetweet huruf kapital semua, intinya aku gak mau masuk SMA TN.
beberapa detik kemudian ada reply dari mas unyu yang katanya pas SMA gamau dipanggil om lagi tapi dipanggil unyu. isinya sumpah ngenyek pol -_-
setelah itu di RT tweetnya SMA TN. trus ada mas-mas sekolah disana kalo gak gitu alumni sana ikut ngereply juga ._.
aku kan cuma iseeeng, lagian itu karena aku males aja tadi disuruh panas-panasan sampek mataku silau trus gak keliatan apa-apa kayak tadi, pusing pol sampe emosi naik turun. sapapun yang ngajak ngomong aku tak sentak.
ya itu sebenernya bukan tweet aslinya se-_-itu alumni kayaknya. tapi ya tetep aja, kan aku cuma iseng.
tapi harusnya bagus aku bilang gitu, daripada aku ngerugiin sekolah besar :O
eh gilak yang ngereply makin banyak. pengen deh semuanya tak jawab satu huruf 'Y' gitu -_- sebel aku. ada yang tanya kenapa aku ragu juga. nada-nada yang bilang 'gak tau serunya' kayak nguenyek gitu. masalahnya aku merasa gak pantes blas. dua hari dilatih aja kayak gitu. apalagi tiga tahun. minggat paling aku ._.
udah ah. aku mau nulis lagi.
eh sorry lo aku jarang posting. gak sempet. gak niat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...