Langsung ke konten utama

semacem euforia gitu kali ya -___-

gara-gara blogku udah bisa dibuat mosting jadi kaburnya ke blog melulu, sehari bisa dua kali posting, bahagiaaaaa banget, rasanya kayak tau si dia single (loh, blogku single) apa sih itu di iklannya good day? kayak ngebelah atmosfer berlapis-lapis, meluncur bareng paus akrobatis terus ngebut menuju rasi bintang paliiiing manis, haha. aku suka good day loh, yang vanilla latte, tapi sekarang aku suka teh tarik, duh apa sih ini nyeleweng banget.
euforia itu apa sebenernya aku juga nggak terlalu faham, kata ayahku itu semacem kesenangan sementara, ya kayak aku gini, sehari posting dua kali, abis itu kalo bosen yaudah, apalagi kalo jariku mulai kapalan atau keseleo. ngomong-ngomong soal euforia dulu aku punya temen namanya euforia, cita-citanya dia seneng selamanya, sukanya loncat-loncatan. asli beneran dia bukan pocong.
beberapa bulan yang lalu aku euforia perkara padang bulan dan cinta dalam gelas, novelnya tak tamatin 5 kali abis itu bosen. aku pernah euforia sama mouseku yang putih, soalnya bentuknya lucu, bunder kayak pipiku :3 abis gitu dipegang sama temen-temenku yang tangannya banyak coretan bolpen, jadi kotor padahal mouse nya putih, aku yakin yang bikin kotor bagas, akhirnya mouse ku dibersihin yussy pake alcohol, yussy mimisan dua kali, hasilnya nggak terlalu bersih, sampe sekarang aku yakin bagas yang bikin kotor.
aku suka euforia, paling pol sama baju, kalo ada baju baru biasanya aku pake sekali trus setelah dicuci baru aku pake berkali-kali sampe kainnya adem. jorok ah.
aku bingung mau nulis apalagi, sek aku remidi TIK dulu -____- oiya ini aku euforia lagi sama website elearning sekolah. haha.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...