Purnama
Ito bergeming, menerawang kosong ke dalam semburat oranye, mencoba mendengar kepak sayap – sayap camar yang bersautan mencoba meraih perhatian dengan teriakan kecil mereka . Debur ombak menemani Ito dalam sunyinya sore itu , papan selancarnya yang ada di samping kiri membuatnya tersenyum , barangkali di benaknya ia merasa ada seseorang yang setidaknya menemani kesendiriannya di tengah daratan dan perairan itu .
“Hei , papan , kamu ini siapa ? bisa membuatku melupakan semuanya yang ada di hidupku saat aku bersamamu ? umurku 13 tahun dan aku berjuang mati – matian hanya untuk bisa bersamamu” ujar Ito sambil terkekeh , tak ada jawaban .
Ito mencari sebuah kebebasan dalam debur ombak yang biasa ia datangi tiap siang sepulang sekolah , ia langsung mengambil papan selancarnya di tempat penitipan milik Mas Gek sahabatnya yang bersedia menjaga papan selancarnya secara cuma – cuma . Dari Mas Gek lah Ito belajar berselancar hingga ia mengkuti berbagai lomba menyangkut selancar – perselancaran . Masih ingat dalam benak Mas Gek ketika Ito masih berumur 6 tahun , ia datang bersama ayahnya ke pantai dan ayahnya yang terlihat seperti wiraswasta itu benar – benar bisa membuat Ito terkesiap dengan ciptaan Tuhan di depan mereka , pantai . Lalu Mas Gek yang waktu itu masih 12 tahun menawarkan jasa belajar selancar dan Ito dengan gembiranya merajuk sang ayah untuk membayar beberapa rupiah dan mendaftarkan dirinya .
“Ayah , daftarkan aku ya ? ayolah Yah ? ya ?” kata Ito ceria dengan binar mata dan senyum khas anak kecilnya .
“Tapi janji belajarnya serius ya?” ayahnya mencoba memberi perjanjian kecil .
“Siap Yah ! nanti kalau Ayah mau belajar dari Ito pasti Ito ajari kok” janji Ito dengan semangat yang membara .
Sejak saat itu Ito belajar dari Mas Gek setiap siang sepulang ia dari sekolah , tapi nampakya apa yang dilakukan Ito tak terlalu disenangi bundanya . Ito mendapat larangan keras dari bundanya yang lebih suka anak perempuannya menjadi perempuan dengan keahlian memasak dan semua keahlian yang diperlukan untuk menjadi ibu rumah tangga . Kepedulian terhadap lingkungan , pandai bebersih rumah , pandai mengatur keuangan , memasak , itu yang bunda Ito harapkan dari anak putri semata wayangnya , tapi Ito tidakpeduli , berselancar sudah terlanjur menjadi mimpinya dan ia tak mau mimpi tersebut hanya sekedar mimpi yang tak pernah tercapai , semangat itu , semangat yang hanya ada pada diri Ito dan ayahnya .
“Pulang To , sudah sore , nanti bundamu nyari” tutur Mas Gek .
“Nggak ah Mas , di rumah nanti Ito pasti dimarahin lagi soalnya pulang – pulang sudah bau matahari dan bau laut , katanya Ito siap dibikin ikan asin kalo begini terus” kata Ito sembari menertawakan omongannya sendiri .
“Bisa saja kamu ini To , oh iya , Mas Gek minta alamat makamnya bapak ya To ?” tanya Mas Gek berhati – hati , tak ingin membuat anak sungai mengalir dari induknya kembali .
“Oh iya Mas , ini” seru Ito sambil menyerahkan selembar kertas kecil yang baru ia tulisi dengan sebuah alamat .
“Sudah ya To , Mas Gek mau ziarah dulu ke makam bapak , cepat pulang , nanti jadi ikan asin beneran kamu” suruh Mas Gek sambil tertawa yang hanya dijawab dengan senyuman oleh Ito .
Ayah Ito meninggal dalam kecelakaan 2 bulan yang lalu ketika akan memberikan pesta kejutan ulang tahun untuk Ito . Hari itu , ayahnya berniat ke pantai , memberikan pesta kejutan untuk Ito setelah ia belajar selancar , nyatanya takdir berkata lain , beberapa meter sebelum sampai di pantai , ayah Ito tertabrak truk yang melaju kencang . Sejak saat itu , Ito sering kehilangan semangat untuk belajar selancar , baru satu bulan ini ia mulai kembali bersemangat untuk menyenangkan mendiang ayahnya , ia yakin , walaupun ayahnya sudah tidak ada di dunia ini , ia masih ada dan melihat apa yang Ito lakukan untuk ayahnya itu .
“Bapak memang sudah nggak ada di dunia ini To , tapi bapak kan tetap ada di hatimu , Mas Gek yakin bapak pasti tahu apa yang sudah kamu perbuat untuk menyenangkan beliau” ucap Mas Gek . Ito selalu mengingat kata – kata tersebut , penyemangat katanya .
Ito masih tetap berada di bibir pantai , tak menuruti apa yang dikatakan Mas Gek , ia tak ingin pulang hanya untuk sekedar bertengkar dengan bundanya , ia masih ingin mengenang semua memori bersama ayahnya . Beberapa bulan lagi akan diadakan lomba berselancar , dan disitulah ajang pembuktian Ito , ia bertekad disitu untuk membuktikan bahwa ia tak main – main dengan kiprahnya di dunia perselancaran , lomba yang diadakan untuk lingkup internasional itu bukan hanya menjadi pembuktian pada bundanya , tapi juga pada ayahnya bahwa ia benar – benar belajar dengan serius . Tak terasa bulir – bulir air mata telah menitik di pasir pantai yang ia duduki , hangat yang terasa di pipinya ia usap seketika , ia tak ingin orang – orang tahu jagoan selancar di pantai itu sedang menangis , semangatnya kembali membara , ia berlari pulang ke rumahnya menantang semua kemungkinan yang ada di sana , entah ia diusir atau hanya dimarahi saking malamnya ia pulang dari pantai .
“Sudah berapa kali Bunda bilang !! cewek kok mainnya selancar , di pantai , bau matahari begini , belajar masak kek !! belajar apa gitu !! kenapa selancar ?!” bentak bunda Ito .
“Bunda punya mimpi kan ? Ito juga punya , Bunda ikhlas mimpi itu cuma jadi sekedar mimpi ? Ito enggak” jawab Ito santai .
“Ah !! terserah !! Bunda nggak mau dengar lagi apa alasanmu , capek Bunda bilangin kamu setiap malam cuma buat dijawab – dijawab terus !!” bunda Ito menutup percakapan itu sembari keluar dari ruang makan menuju kamarnya .
Ito sudah menjelaskan semuanya , apa mimpinya dan mengapa ia ingin mimpinya terwujud , tapi bundanya sama sekali tidak peduli dan bersikeras bahwa sebagaimana perempuan Ito tak sepantasnya berselancar . Ito tak tahu lagi harus berkata apa , ia pergi ke pantai , menangis sejadi – jadinya .
“Kenapa lagi To ?” tanya Mas Gek sambil mengelus bahu Ito .
“Biasa Mas , Aku pengen sendiri , boleh kan ?”
“Iya , maaf mengganggu”
“Nggak kok Mas”
Ito masih sesenggukan saat menemui Mas Gek di tempat penitipannya , beruntung Mas Gek membuatkannya segelas teh hangat untuk menenangkan pundaknya yang masih terguncang – guncang .
“Udah , jangan nangis lagi , ke balkon yuk !” ajak Mas Gek .
“Tuh , liat To ke atas , ada bulan purnama” tunjuknya
“Terang banget kan ? dalam bahasa Jawa Ito itu namanya Sitoresmi”
“Lho !? itu kan ..” belum sempat meneruskan kalimatnya , Mas Gek sudah menjelaskan lebih jauh .
“Bulan purnama itu menurut Mas Gek paling terang To , lalu kenapa Sitoresmi yang disini nggak bisa seperti itu ? setiap nama itu kan pasti ada artinya kenapa kamu dinamakan seperti itu , mungkin juga ayahmu ingin kamu bersinar seperti bulan purnama itu To , paham kan ?”
Ito terhenyak karena apa yang dibicarakan Mas Gek , ia hampir lupa pada arti namanya sendiri , bersinar terang , ya , itu semangat Ito , semangat untuk bisa bersinar terang seterang purnama .
Satu bulan kemudian , Ito sudah berada di bibir pantai , menyaksikan teman – temannya beraksi di atas deburan ombak , sebentar lagi gilirannya .
“Ya , kita sudah sampai pada nomor 8 , Sitoresmiiiiiiii”
Ito pun beraksi di atas ombak yang menari , seakan jiwanya menyatu dengan air , tekadnya bulat untuk memenangkan lomba itu , di tengah aksinya keseimbangan Ito agak oleng , syukurlah dia masih bisa menyeimbangkan . Penonton bersorak sorai menyemangati sekaligus kagum , bahagia , hanya itu yang ada di hati Ito , ia tersenyum bangga pada dirinya sendiri .
Pengumuman pemenang menjadi saat paling menegangkan bagi semua peserta , termasuk Ito .
“Pasti berhasil To , tenang saja” kata Mas Gek mencoba menyemangati .
“Oke semuanya , kita sudah sampai ke 3 besar , siapa ya kira – kira yang menang ? bentar nih , buka dulu ya amplopnyaaaa” seru pembawa acara mencoba meramaikan suasana yang tegang .
“Ya guys kita udah sampai di pengumuman untuk juara pertama , duh bikin makin deg – degan aja nih , oke langsung aja kita sambut juara pertama .. Sitoresmiiiiiiii”
Tepuk tangan dari para penonton menambah kemeriahan suasana , Ito memberi pidato singkat , dan tak lama kemudian semua penonton bersorak sorai atas kemenangannya , Ito berhasil , ia benar – benar telah bersinar seterang purnama .
Bunda Ito baru pulang dari kantor , di kulkas , Ito meninggalkan memo beserta piala di meja makan , memo itu berisi ,
Bunda , Ito ke Ayah dulu , mau kasih liat kalo Ito udah jadi Sitoresmi
Komentar
Posting Komentar