Langsung ke konten utama

terima kasih yaa :D


Hey, kamu.
Untuk kesetiaannya mendengarkan saya : terima kasih. Padahal kadang-kadang saya suka meracau nggak jelas gitu. Sebentar, kamu ngedengerin saya benerankan?
Untuk ketabahannya saat-saat saya mengalami naik-turun mood, dan merongrongmu dengan tingkah ngeselin, terima kasih.
Untuk kerelaannya dipaksa terjaga padahal sudah ngantuk berat saat saya nggak bisa tidur karena belum menemukan bantal kesayangan saya, terima kasih.
Untuk kerelaannya saat saya protes karena kamu cuma jawab ‘hm?’ waktu saya panggil, terima kasih.
Untuk cuma menghela napasnya saat saya terserang penyakit ketus, terima kasih.
Untuk percaya sepenuhnya pada saya, terima kasih.
Untuk mengajarkan saya agar tidak panikan. Iya memang panik itu nggak guna sih. Tapi gimana dong.
Untuk mengajarkan saya bahwa kamu bukan mind-reader, kelempenganmu membuat saya sadar, bahwa mending ngomong, daripada sok-sok ngambek gitu.
Untuk cekikikan sektoral-nya saat membahas dan mengembangkan topik nggak jelas, terima kasih.
Untuk mau memberi tumpangan ke rumah tempo hari padahal saya sudah penguk, terima kasih.
Untuk ketidak-ekspresifan dan jarang mengobral ‘I love you‘, ‘I miss you‘ dan kalimat sejenis,terima kasih. Kenapa terima kasih? Karena sekalinya kamu bilang seperti itu, saya tahu kamu serius; dan mbrebes mili-lah saya. (halah)
Untuk selalu bersikap supportif. S-e-l-a-l-u. Terima kasih.
Untuk mengajarkan saya tentang ‘yang sudah lewat dan sudah selesai ya sudah, nggak usah dibahas lagi.’, terima kasih.
Untuk sarannya agar berolahraga secara teratur, terima kasih. Sekarang udah agak sering kok , tiap pagi jogging, hehehe.
Untuk berbagi cerita yang kamu anggap menarik, terima kasih. Hey, kamu, saya selalu suka mendengarkan kamu bercerita dengan bersemangat dan wajah glowing. That’s kinda cute. :)
Untuk mengajarkan saya agar tidak reaktif  dan menjadi pengamat dalam segala hal, terima kasih. Sekarang sudah berkurang kok, nggak langsung nyamber kalau ketowel dikit.
Untuk mengajarkan saya agar peduli pada sekitar, terima kasih.
Untuk mengajarkan saya agar tidak peduli pada hal-hal yang tidak penting, terima kasih. Yup, hidup lebih ringan, kalau hal-hal yang nggak ada korelasi-nya kita buang sajah pada tempatnya.
Untuk kerelaannya menelfon padahal tidak pernah saya angkat dan sekalipun saya angkat pun saya pasti ‘rabu’ alias ‘rada budek’, terima kasih.
Untuk tawarannya tidur di pundakmu waktu saya tidak menemukan bantal kesayangan saya, terima kasih.
Untuk tawaran memelukmu waktu saya kedinginan dan saya enggak punya kucing untuk dipeluk, terima kasih. Padahal kalo kamu kedinginan saya enggak pernah peduli.
Masih banyak sih, hal-hal ajaib yang saya alami bersama kamu, dan saya harus berterima kasih untuk hal-hal tersebut, tapi nggak mungkin saya tulis semua di sini. :)
Pokoknya, ini yang terpenting : untuk 1 bulan ini. Terima kasih, lho… sudah pasti tiada kesan tanpa kehadiran anda. :D
Selamat 1 bulanan yaa! :*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...