Aku masih bisa merasakan getar di tubuhku, entah karena menggigil kedinginan atau karena akhirnya mendengar kata-kata yang selama ini ingin aku katakan padamu telah terlebih dahulu kamu katakan pada seorang aku,
“Thank you for existing.”
Diikuti dengan ucapan selamat malam dan salam. Waalaikumsalam, Mas. Just in case kamu nggak dengar kelanjutannya.
Esok, mungkin kita akan kembali bercengkrama seperti selayaknya tidak pernah ada yang terjadi malam ini. Seperti halnya kita telah pernah mengabaikan rasa yang tidak pernah kita utarakan pada satu sama lain akhirnya berlabuh pada orang yang datang sebelum dan setelahnya. Pada satu sisi, kita mengagumi sebuah hubungan yang kita bina dengan ragu-ragu, namun di sisi lainnya kita merasa bahwa apa yang kita jalani sekarang tidak akan pernah menemui ujung.
Aku tidak tahu bagaimana mereka menyebut perasaan yang sedang aku rasakan, tapi apabila ini memang bukan cinta maka aku ingin merasakannya lebih lama lagi.
I like you, I adore you, I care about you. I’ve been seeing you happy lately, and I swear, I never know that I could be this happy just by looking at you. Despite the fact that maybe you just do it to please everybody on the internet.
Aku pernah ingin menemuimu untuk hanya berkata,
“I love you. I just want you to know that I love you and I can tell that you are now happy and madly in love too. I don’t need any answer, I just love you.”
But that would be too much. I never said that until you’re back to your hometown. I don’t want to wonder if I actually done that because what we are now is beautifully sad and this is how we do with our life. We romanticizing everything.
We made from beautiful coincidences.
And I couldn’t be more grateful for that.
I don’t want to cry but I cry now, happily.
I’m happy that we finally admit our feelings.
I’m happy that we finally be honest to ourselves.
Komentar
Posting Komentar