Langsung ke konten utama

dealing with pain and apologize

I hate eid. I love ramadan but I hate eid. 
I have wrote about that something years ago, I hate how everyone in house was not going to apologize to me. I mean, the only one they are yelling at when something doesn't goes right is me. plus, everytime I eat something, I have to clean the dishes of the whole family. why the fuck people done that kind of things? why couldn't you just wash your dishes right after you finish your meal? that's why I'm not that agree to a general assumption of eid mubarak, "hari kemenangan" is so not me.

this ramadan, hari kemenangan means days when I don't go to the mosque just because I wanna do tarawih on my own and read my al qur'an. I feel whole. maybe this kind of things suits me right. deep down in this girl you call bitch, there still the heart of a virgin mary. wait, I shouldn't said that right? 

speaking of apologize, I need to say something about my ex (and our relationship). yes, my ex boyfriend. the one that broke me up two years ago. I was thinking lately, I left him before he left our relationship. and one of the reason is because he never apologize. he never says sorry like he used to, that makes me feel like it was all my fault and I'm the worst person in the world. I think a man should approach first in any condition, this is may sounds so unfair but hell yeah girls need that. so that, I left him. my body was there, but my soul was gone so long before he said that we are not a couple anymore. and here goes the story.

since then, I feel like pain is the part of living a life. what makes you a alive is that you feel the pain. I'm addicted to pain. I couldn't be more selfless since. every part of my life is dedicated to someone. every decisions I made was not for my pleasure, it's for "kepentingan bersama". now, I forgot how to love myself in that kind of way. 

it's sucks when everybody seems happy for what you've done and you just feel like something is missing. admit it, there is no "aku bahagia ketika orang lain bahagia" you will always have that kind of envy feelings. that's normal. even johnny depp would feel that, I don't know why his name randomly popped out of my head.

day by day, I kinda admit that maybe it's my destiny to be the selfless person in a circumstance. but today, this isn't right. I shouldn't feel sorry about myself. pain is not demand to be felt, pain should be something you're dealing with. something that makes you stronger than before. and that's what am I actually doing with my pains this far. I'm just convincing myself that pain is God's punishment for a cold hearted bitch like me and make it sounds like a teenage drama..... hey, I'm geminian. no wonder why.

from dealing with pain, I also realized that apologize really means something to me. it's not just a words, it means someone appreciate you as a person. that's explain much why it's such a big deal if nobody asks me for apologize in eid mubarak, I don't think they count me as a person. it makes me feel invisible after all things I sacrifice. 

by the way, a friend of mine asked me for apologize because she doesn't know that my birthday is that day. she congratulate me and I cut some piece of cake for her iftar (she's fasting) and lend her my tupperware. the next week, she asked me for apologize AGAIN, because she left my tupperware. just that, she forgot my birthday (which is still the same day) and left my tupperware. 

I smiled everytime I remember that moment. maybe I just feel special. so rare.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...