Langsung ke konten utama
hal ini jadi semacam tradisi sih. semenjak aku ulang tahun umur 15, aku selalu nungguin sampe jam 12. kalo biasanya ya aku cuma twitteran, karena dua tahun lalu emang booming banget twitter. lalu nunggu siapa yang ngucapin pertama. 

kalo tadi sih emang nggak niat nungguin sampe jam 12 karena mikir pasti capek banget. seharian udah nyetir jadi capek seharusnya, tapi hari ini senang. I meet two person that means a lot to me. 

ketemu epong, have a really good talk. kangen dulu kalo gabut sukanya ke rumahnya yang kamarnya eksklusif kayak kosan itu. sekarang mah boro-boro gabut, pegang hp aja seperlunya. 

dan dari kemaren ketemu mas dio. this guy again. terima kasih sudah menyempatkan waktu tiap weekend selama 4 minggu ini, jauh-jauh ke malang nyetir dua jam belum main-mainnya belum baliknya yang aku tau kamu harus bangun pagi buta biar nyampe surabaya sebelum jam 11 biar nggak telat kuliah. aku nggak perlu kado, kamu ada buat aku udah lebih dari cukup.

ini udah jam setengah 12 lebih 5 menit sih, nanggung kalo mau tidur. maybe I'm just super exciting that I couldn't yawn. belum lagi tadi nonton net 2.0, they're awesome. 

nggak kerasa ya, 17 tahun loh. gila nggak. 17 tahun hidup di dunia belajar cara menjadi manusia yang baik dan benar, padahal indikator manusia yang baik dan benar itu sendiri belum tentu ada. nah loh. gendeng pindo.

ternyata banyak hal yang sudah bisa diceritakan ke anak cucu nanti. terlalu banyak malah. mungkin mereka nanti bingung juga, wait wait. jadi mama dulu masih smp tapi udah nyetir motor? mom, that was so hipstah. alay banget sih mama smp udah nyetir motor euwh. 
lah. kalo anakku begitu tak diemin 2 minggu sampe dia gulung-gulung karena nggak tak reken.

piye ya. aku nggak tau harus ngomong apa. nggak punya ekspektasi. maybe I'm just terrifying of what could be happen this year. mungkin ya aku cuma excited aja. atau malah cuma wasting time aja ya hahahahaha.

pokoknya it's been so long since I was born. ternyata hidup memang luar biasa:) seluar biasa itu sampai aku yang penuh dengan kata-kata bisa bingung mau pakai kata apa untuk mendeskripsikannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...