resah. aku hanya bisa menerawang dengan pandangan sayu menuju ke arakan awan. harusnya kan pagi ini kita bercanda tawa saling melempar senyum bahagia, namun aku hanya bisa mengingat tiap detil bayangmu yang tak pernah hadir lagi. semu. kau tahu, kota ini makin dingin, nafasku mulai membentuk kabut tipis di jendela kamar yang sekarang sering tak terjamah. aku terlalu sibuk dengan urusan sosialku, sibuk tertawa dengan sahabatku sibuk mencari pelampiasan tersembunyi untuk lepas dari reraga yang semu. perlahan, aku menghapus kabut di jendela ku, jendela kita. dulu, kita sering membukanya bukan? lalu melompatinya untuk mengarah ke balkon, padahal kita paham betul di sebelah jendela kita terdapat pintu yang terbuka lebar. ah mas .. sekarang, aku lebih suka membuka pintu itu untuk mengganti udara tiap pagi. berharap tak menemukan bayangmu di balkon disertai cengir kuda.
dulu kamu sering menirukan gerakan binatang ini itu di balkon kita. aku selalu tertawa terpingkal-pingkal tanpa bisa mengontrol diriku. tapi aku paling suka ketika dirimu menyuruhku menirukan gerakan gurita dengan bibir yang dimonyong-monyongkan sambil menggoyangkan tangan kesana kemari agar nampak seperti tentakel. mimik wajahmu kali itu tak pernah penat berlari di ingatanku. sejenak aku merenung, berpikir, kau adalah kepala gurita itu dimana aku, tentakel, tidak bisa hidup tanpa kepalamu. namun nampaknya ku hanya tentakel buatan, tentakel yang otomatis bergerak sendiri tanpa perlu dikontrol sumber energinya. ah sudahlah, toh aku sudah tak lagi ada kan, aku bukan lagi tentakel, aku sudah menjadi bagian tersendiri atau mungkin makhluk lain selain gurita. mungkin menjadi singa yang kuat, kucing yang manja, atau mungkin binatang kecil yang lemah. hanya bisa berharap ada seseorang yang peduli atas nasibku, harusnya aku bersyukur atas apa yang aku punya, namun tiap susunan puzzle dalam hidupku selalu nampak kosong. lengkap, namun kosong. hampa.
derit pintu kamarku yang terbuka pelan menambah dramatisasi. itu bukan kamu kan? kenapa datang? aku tetap diam. hanya melirik. aku bukan lagi tentakelmu .. bukan ..
"aku disini, jangan lagi diam .. aku benci"
aku masih termenung. tak memalingkan pandanganku dari matahari yang mulai meredup.
aku bukan lagi tentakelnya.
"aku yakin kamu bukan lagi tentakel ku, karena kita sama-sama bukan lagi gurita. kita manusia, dan aku tahu rusuk ku tetap bersamamu"
bukan, kau salah. aku masih sama, tak bisa lepas dari bayangmu. aku tetap tentakelmu, mungkin sekarang, aku bukan lagi tentakel, karena kamu sudah manusia kan? aku adalah partikel-partikel kecil dari bagian tubuhmu .. maaf ya. aku masih tidak bisa..
Komentar
Posting Komentar