Langsung ke konten utama

pelampiasanku

ah blogku. terima kasih masih setia terhadap pemilikmu. sekarang kamu sudah tenar, baik-baik ya disana.
eh salah ding, gak gitu. aku sekarang mau rajin posting kayaknya. abis ini tweet ku udah 2000 jadi aku gak bisa ngebacot banyak-banyak. targetnya 2007 pas tanggal 20 bulan 07 :p
sorry ya blog jadi pelampiasanku, abis cuma kamu yang setia padaku, rela disakiti meski raga tak kuat #eh.
eh masa' ya di sekolahku ada anak baru dari cirebon. dia udah lama sih masuk. pas tanggal 11 itu kayaknya dia udah masuk. trus ya tadi dia nembak virza --_____-- sumpah baru sekarang aku sekasian itu mbek dinda. dinda itu ceritanya suka sama dia, dn anak baru yang namaya dimmie itu tadi gak banget, gak punya malu, sok ganteng, dia itu baru berapa hari ketemu virza udah bilang kayak gitu. murahan ngerti gak. anaknya itu model zora gitu deh pokoknya. zora, nadhif, ya pokoknya seleranya dinda.
duh amit-amit aku punya cowok kayak gitu. tapi si dimmie seleranya bagus juga sih euy ._. barang-barangnya itu loh. kalo cewek matre ditembak dimmie mah pasti diterima tuuuh.
aku lagi ngetik buku baru. yaah .. buku pertama maksudnya. tapi gak ngerti ini layak apa enggak. soalnya pendek-pendek bat, gak jelas pokoknya. kayak aku gini.
aku pesimis bet sama dunia tulis menulis. ngerti sendiri kan aku kayak gimana, yang suka bertingkah aneh trus ketawa-ketawa ngakak sendirian, bosenan, dan akhirnya harus fokus ke draft tulisan. aaarrrrggghh aku bosen banget tau gak nulis di depan laptop, apalagi ide itu selalu muncul pas aku udah ngantuk. pas buka laptop, tergoda kamu blooog, sama facebook, twitter, padahal ya gak ada aktifitas apa-apa di jejaring sosial begini ini.
udah ah ya. aku mau maem dulu. laper pol dari tadi siang belum maem.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...