Langsung ke konten utama

goblok.

eh sorry judulnya kasar gini.
aku emosi pol. laki-laki ini semuanya kok nyangka aku judes.
padahal kalo mereka gak langsung jeleb moro nembak yo mungkin ae aku iso kepincut.
mek mereka ae carane salah, mbok yo jalan dulu, sms dulu.
lanang kok goblok.
AISYAH SAMA IKUM JADIAN.
bayangno aku ngomong-ngomong soal mereka tiba-tiba kejadian beneran --____--
juthig oh juthig. ternyata dirimu telah membuktikan kebenaran feelingku.
haruse aku ngomong tiap hari 'aku jadian sama bagas' ato kalo gak gitu 'didi suka sama aku' eh vulgar banget ya ._.
kerjaanku malah apa? yang lainnya ituh tuh lagi berpasang-pasangan onlen. aku? ya gini kerjaannya jomblo ngenes, latian nyanyi galau, mikir masa lalu sambil ati adem panas liat yang pacaran, males ngomong, nyesek, sakit .. ah tidak, aku tidak mau mati sekaraaaang. loh kok gini. salah ding. pokoknya atiku lagi gak enak banget, pokoknya kalo ada yang ngajak omong, senggol bacok.
gini ini paling enak ada japil, pengen tak garai. nggosip sama japil, fina, firyal, ya bagus wes aku wes merasa asik ndek 8.2, moga lebih asik dari ini deh setaun besok.
aku tadi ngewall japil bilang aku gajadi pinjem PJP soalnya udah punya. ngehe dia tiba-tiba nulis namaku sama namanya didi. kan aku udah bilang aku adem panas giniiiiiih. aku sebel sama didi, bagas juga, sama si anjing juga. malah lebih nuemen.
sumpek, pengen meso tok kerjoanku, pengen liburan cari inspirasi. berkarya sebanyak-banyaknya aku bisa. tapi aku pengen sama temen yang bisa ngertiin aku. sini yuk sini relawan yang mau tak jejek ._.
goblok nya aku. aku kalah sama gengsi ku sendiri. aku geregeten beeeeeeet. nyesel.
udahlah. tambah sumpek aku gapunya temen --______--

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...