Langsung ke konten utama

nggak ngerti kenapa begini T-T

saya sedang nggak banget hari ini , tadi malem saya pusing sampe di sekolah pun saya masih pusing , lebih parah malah ditambah latihan yang enggak selese - selese cuma gara - gara pemimpinnya nggak bisa teriak . dalam posting ini sebenarnya yang mau saya jelaskan bukan soal pusing ini , tapi soal hubungan 'kami' , ngerti kan ? saya dan .. ehm , 'someone special'

saya nggak ngerti ada apa diantara kita sampe semuanya jadi begini , kayaknya semua berawal dari provider yang bener - bener ngedongkolin , trus saya jawab biasa dibilang sinis , padahal waktu itu saya lagi males njawab bukan karena apa tapi karena saya capek + memang sakit , tapi masa' iya saya mau bilang , 'mas , aku sakit' gengsi tau gak .

biasanya pas di chat saya nyapa dia pake ':*' dia jawab gitu juga , tapi tadi ..
':*'
'iya ?'

jreng . perasaan kemaren lusa kita masih bercanda - bercanda, ngobrol soal merpati pos yang enggak jadi nganter soalnya mampir ke rumah pacarnya trus minta dibikinin teh , ngobrol soal si ini dan si itu , ngobrol soal .. banyaklah , trus tiba - tiba jadinya begini , pas lagi nggak fit lagi , sial .

kayaknya abis ini saya harus minta maaf lagi deh (iya pembaca sekalian , untuk sekian kalinya saya harus minta maaf sama dia) oh iya , saya juga berderai air mata baca link yang dikasih dia nih

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=7008773

baru sekarang posting blog berderai air mata sedih , terharu dan bahagia .
sedih karena bikin dia repot , terharu sama pengorbanannya yang sudah berkali - kali tapi terkadang saya cuekin karena sifat egois saya dan bahagia karena dia masih sabar , huhuhu ..

maaf ya mas T-T

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...