Langsung ke konten utama

things they should've known

ketika seseorang bilang,
"dia tu judes ya orangnya,"
"cerewet banget annoying sialan"
"ih kamu temenan sama dia? dia kan orangnya blablabla"

have you ever think, memang sudah kenal beneran sama dia sampai berani bilang gitu?

beberapa orang bilang, aku judes. banyak orang menyangkal. padahal bener...... iya, emang aku judes. karena aku pernah terlalu ramah dan membiarkan orang-orang yang nggak guna masuk ke dalam hidupku. and if you may ask, "kok bangga jadi judes?" kenapa harus tidak bangga? ya ini memang sebuah kelakuan yang tidak boleh ditiru, tapi aku sudah punya prinsip yang aku pegang dan aku lebih bangga jadi judes daripada harus mengingkari prinsip yang aku buat sendiri.

banyak orang bilang aku lebay. nope, I may sounds excited, but deep down inside... not really. I just love to tell everyone my story, attention-seeker. dan menurutku, mending aku cerita ke mereka duluan daripada mereka denger dari orang lain dengan versi yang berbeda. dan yeah, manusia biasanya makhluk visual, jadi ketika kalian cerita dengan excited, orang yang dengerin akan lebih gampang percaya. 

third, aku dibilang cerewet. ini beneran. aku ini punya terlalu banyak pendapat untuk dikemukakan, that's why aku cerewet dan emang harus cerewet. karena menurutku, pendapat kita ini adalah buah dari pikiran yang dikasih Tuhan. ngapain dikasih pikiran kalo nggak dipake?

segitu dulu ya. udah, setelah baca ini kalian boleh judge aku kok, kan kalian udah tau. kalo udah tau boleh sembarangan ngejudge. yay! 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...