Langsung ke konten utama

bikin onar

hai.ini lagi puasa.merasa enteng dengan badan sendiri,jarang banget :)
oh iya.sebelum memulai kisah sebelum tidur, mari ucapkan selamat untuk kedua sohib tercinta saya, bagas pamungkas dan putri shaniaaaaa.selamat balikan rek.eh salah,selamat pacaran lagi :)
hari ini, memulai hari dengan sahur.sudah pasti.trus lanjut tidur di depan sofa.miris ya.biarin.pokoknya aku gak kesiangan lagi.pasalnya di bulan puasa gini, ayah kalo malem tadarus, ibuk mesti mbangkong like always, mas juga abis sholat shubuh di mesjid langsung ngeleker. i have no idea how can i go to school everyday :/
gara-gara bulan ramadhan ini ya..............
hari itu aku gak puasa, kalo gak salah sih. trus aku bobok lah seperti biasa. di kamar. bukan di sofa. eh dibangunin ibuk udah jam 7. kesusu lah ke sekolah. belum lagi cewek dandannya lama. aku telat.ya emang sih ngerti salahku juga tidur kemaleman padahal ngerti besok paginya gak ada yang bangunin, tapi ya gausah gitu kali pak. sedikit males sama pak san. sini tak critain di paragraf berikutnya.
jadi seperti biasa. kalo telat udah jelas kan ke tatib ya. trus yang piket bu luluk, gapapa sih, eh ternyata ada pak san juga. bu luluknya sih gak banyak komen, pak san nya aja bikin kecewa :(
gak nyangka aja orang yang selama ini tak anggep 'pak san yang biasa aja' itu kalo ngomong nyelekit.kecewa.nemen.udah dari kecil pak aku dibilang kayak gitu.pak san ngerti dong seberapa aku berjuang buat jadi lebih seksi biar gak dibilang gitu lagi. aku gendut bukan karena kebanyakan tidur pak,aku kurang tidur.aku suka insomnia kalo kurang capek, aku gendut ya karena Tuhan bilang gini.mungkin kalo aku gak gendut bisa aja aku gak sehat pak.ngerti dong sama muridnya.cara bikin murid kapok itu gak gitu pak :)
ini serius.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ritual Mengganti Seprei (her)

Kepada seseorang yang hatinya pernah kuremukkan lalu kususun kembali dengan tatanan yang tidak tepat, mungkin malam ini kamu sibuk mengerjap, memandangi langit-langit kamar yang kosong sembari membiarkan memori tentang pertengkaran serta pertukaran kenangan kita di belakang kedua matamu. Begitu pula dengan Aku, yang sibuk berandai-andai bagaimana esok pagi akan kulewatkan tanpa membuatkanmu sepiring panekuk yang terlalu matang dan tidak kamu suka, tapi tetap kamu makan karena kamu tahu hanya itu yang bisa aku buat. Aroma kopi yang tiap pagi Aku buatkan untukmu, tiga sendok bubuk kopi dan satu sendok gula yang diseduh dengan air panas hasil rebusan, masih lekat di remang-remang indra penciumanku. Segala kesibukan yang dulu terasa berat dan tidak menyenangkan, kini terasa kian dirindukan. Sepiring panekuk dan secangkir kopi yang kamu balas dengan senyum dan kecup di pipi kananku, Aku selalu suka. Kamu selalu bersikukuh untuk sarapan, meski setelah itu kegiatanmu hanya seputar bergelu...

Menjadi Rumah

Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah amarahmu. Bersedihlah, menangislah. Tersenyumlah. Karena dalam setiap amarahmu akan ada ketenangan yang menerimamu kembali. Ada ketenangan yang menjadi rumah bagi amarahmu. Karena dalam sedih dan tangismu akan ada bahagia dan peluk-peluknya. Ada bahagia yang menjadi rumah bagi mereka. Maka tersenyumlah, karena ada kisah-kisah sendu yang siap menerimamu kembali. Ada kisah sendu yang menjadi rumah bagi senyummu. Mengingatkanmu kembali pada aroma seorang yang pernah membuatmu patah hati dan kembali berdiri dua kali lebih tegar. Mengingatkanmu atas gelak tawa di tengah malam ketika letih melanda dan lelucon apapun terasa lucu. Mengingatkanmu pada sore-sore yang dihabiskan dengan berkendara. Sudahkah kamu pulang? Pulanglah, peluklah dirimu. Pulanglah, karena tanpa bahagia kamu bisa pulang. Pulanglah, karena amarah juga merindukanmu. Pulanglah, tidak ada yang salah dengan menjadi rapuh.

Belahan Dunia Lain

Kamu tidak datang dan tidak pernah datang. Mungkin di belahan dunia lain, kamu telah menemukan kehidupan yang lebih baik. Kamu bertemu orang-orang yang mendorongmu maju dan, tentu saja, melupakan Aku. Mungkin di belahan dunia lain, kamu hanya merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berlibur. Tentu saja, masih banyak urusan yang perlu kamu selesaikan selain perpisahan yang pantas untuk kita. Mungkin di belahan dunia lain, kamu memutuskan bahwa masa lalu kita tidak akan berpengaruh untuk kelanjutan hidupmu mendatang. Karena, tentu saja, Aku bukan siapa-siapa. Mungkin di belahan dunia lain, kamu sedang kelaparan dan memutuskan untuk memasak sebungkus mi instan, persis seperti yang kini Aku lakukan. Karena, tentu saja, hidup yang tidak sehat adalah yang membuatmu paling nyaman. Mungkin di belahan dunia lain, kamu merasa bahwa ketakutan diciptakan oleh orang lain dan bukan dirimu sendiri. Sehingga kamu mulai menyalahkan semua orang dan mendorong mereka pergi. Mungkin di belahan dunia ...